Rabu, 27 November 2013

contoh resensi buku non fiksi


contoh resensi nonfiksi

Percaya Diri Modal Utama Menuju Sukses

Judul       : Panduan Menjadi Remaja Percaya Diri
Penulis    : Lina dan Klara Sr
Penerbit  : Nobel edumedia
Tahun      : 2010
Tebal       : 164 halaman
Harga      : Rp 20.000,00

      Setiap Anak Selalu Mendambakan Masa Remajanya Penuh Dengan Kesan, bahagia, dan menyenangkan tetapi tidak semua anak remaja mendapatkannya. Ada anak remaja yang mengalami masa remajanya dengan biasa saja, ada juga dengan bahagia, dan ada pula dengan tidak bahagia sama sekali. Semua itu dikarenakan berbagai macam faktor terutama dalam menumbuhkan rasa percaya diri.
      Remaja yang kurang percaya diri timbul karena berbagai macam masalah seperti perkembangan fisik yang kurang sesuai dengan harapan, terbeakangnya dalam pergaulan, dan bahasa, bahkan bisa muncu dari diri sendiri karena suatu emosional yang berkembang. Oleh karena itu, anak remaja yang kurang percaya diri membutuhkan pandua dalam menumbuhkan rasa percaya diri.
      Didalam buku "panduan menjadi remaja percaya diri", yang ditulis oleh Lina dan Klara Sr menjeaskan bagaimana tips menjadi remaja percaya diri untuk membangun semangat baru dalam menjalankan hidup. Didalamnya juga terdapat kata-kata bijak yang dapat dijadikan motivasi dan inspirasi-inspirasi dari orang-orang sukses yang mempunyai rasa percaya diri yang luar biasa meski memiliki kekurangan.
      Bukan hanya itu, buku "panduan menjadi remaja percaya diri", juga memberikan penjelasan yang detail tentang arti percaya diri, penyebab remaja tidak percaya diri, dan ciri-ciri anak yang tidak percaya diri. Semua itu sagat berguna untuk pandangan kedepan anak remaja dalam menumbuhkan rasa semangat menjalani hidup.
      Meskipun buku ini cukup bagus dalam memberikan panduan percaya diri untuk remaja yang kurang percaya diri dan manfaat yang cukup positive untuk remaja yang kurang percaya diri bukan berarti ia tanpa kekurangan. Setidaknya ada kekuranga dari buku ini, yaitu dalam penyusunan sebuah penjelasan kalimat yang sering terulang dalam tiap judul yang tertulis sehingga saat dibaca dari awal sampai akhir kalimat tersebut terlihat tidak teratur.







resensi buku non fiksi


Tugas Bahasa Indonesia "Menulis Resensi Buku Non-Fiksi"


Ketika Orde Baru Berakhir

Judul                : Membongkar Manipulasi Sejarah, Kontroversi Pelaku dan Peristiwa
Penulis             : Asvi Warman Adam
Penerbit           : Kompas, PT. Kompas Media Nusantara
Tahun              : 2009
Tebal               :257 halaman

Buku ini merupakan kumpulan artikel Dr. Asvi Warman Adam yang pernah terbit di Harian Kompas. Lalu ditambah lagi dengan satu tulisan lagi dari Koran lain tentang Supriyadi. Asvi Warman Adam menulis tentang sejarah dengan sisi lain dan menguraikannya menjadi suatu kebenaran sejarah yang selama ini ditutupi tirani kekuasaan Orde Baru. Dengan bahasa yang lugas, Asvi mengemukakan berbagai kontroversi tentang sejarah dan mengupasnya satu-persatu.
Buku ini menyinggung enam tokoh yang pernah menjadi Presiden RI dari Soekarno sampai Susilo Bambang Yudhoyono. Kalau RI (Republik Indonesia) dianggap sebagai suatu kesinambungan dari tahun 1945 sampai sekarang, maka ada dua nama lagi yang perlu karena mereka pernah menjalankan fungsi Presiden (walaupun hanya dalam hitungan bulan) yaitu Mr. Sjafruddin Prawiranegara dan Mr. Assaat. Sjafruddin yang menjadi ketua PDRI dengan ibu kota Bukittinggi dan Mr. Assaat yang menjadi Presiden RI saat Soekarno menjadi Presiden RIS. Tentu juga ada tokoh-tokoh lain seperti Agus Salim yang mengajarkan kita bagaimana menjadi manusia merdeka, Sunario yang sangat tebal rasa kebangsaannya, Natsir perdana menteri yang tekenal dengan Mosi Integralnya, serta Hoegeng jendral polisi yang sulit ditandingi kejujurannya.
Asvi berpendapat sejarah tidak terlepas dari kekuasaan. Penguasa memerlukan sejarah sebagai legitimasi. Untuk itu dilakukan pembengkokan sejarah seperti yang terjadi pada era Orde Baru melalui kurikulum serta buku pelajaran sejarah, museum, monument, film dan berbagai peringatan. Dengan buku ini Peneliti Utama LIPI ini ingin meluruskan berbagai rekayasa sejarah yang sengaja dibuat rezim Orde Baru untuk melanggengkan kekuasaanya. Lahirnya Pancasila dan Serangan Umum 1 maret 1949 adalah dua contoh rekayasa yang sudah diluruskan.
Polemik tentang pengangkatan Pahlawan Nasional pun dihadirkan dalam buku ini. Mengapa ada seorang yang dianggat menjadi Pahlawan Nasional namun sebagian lagi tidak dianggat (oleh Presiden)?. Jika betul daftar Pahlawan Nasional adalah album perjuangan segenap anak bangsa, mangapa etnis Tionghoa tidak terwakili. Pahlawan Nasional yang bersinggungan dengan kelompok kiri pun seolah dilenyapkan dalam daftar Pahlawan Nasional, seperti Tan Malaka dan Alimin. Jika sastrawan seperti Abdul Muis dan Ismail Marzuki bisa mendapat gelar terhirmat ini, mengapa seorang Pembina olah raga atau atlet tidak?
Penulis yang lulus doctor sejarah dari EHESS Paris tahun 1990 ini juga meneliti tentang masalah-masalah ASEAN, Vietnam dan Kamboja. Setelah 1998 dia sering menulis tentang rekayasa sejarah Orde Baru dan historiografi Indonesia dari prespektif korban. Sayangnya, buku ini hanya memuat sejarah pasca era Kebangkitan Nasional sampai Reformasi. Padahal perjalanan bangsa ini sudah dimulai dengan berdirinya berbagai kerjaan di Nusantara sejak abad ke-4 masehi. Sejarah era tersebut juga masih banyak menimbulakan kontroversi, seperti pusat kerajaan Majapahit yang belum jelas, asal Walisongo yang masih diperdebatkan para ahli dan beberapa mitos-mitos sejarah lainnya. Akan tetapi buku Asvi ini telah banyak membongkar mitos-mitos sejarah yang diciptakan oleh Orde Baru, sehingga kita kita bisa melihat sejarah dengan lebih manusiawi.

Senin, 25 November 2013

”Pendidikan Agama Islam Pada Masa Pembangunan”

”Pendidikan Agama Islam Pada Masa Pembangunan”


KATA PENGANTAR




Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah Subhanahuwata’ala, karena berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya yang diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas berupa makalah, pada mata kuliah Sejarah Pendidikan Islam yang membahas tentang Pendidikan Islam pada Masa Pembangunan.
Penulis menyadari di dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan baik itu di dalam penyusunan ataupun di dalam penulisannya, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca agar penulis dapat mengetahui dimana letak kelemahan penulis sehingga pada penyusunan tugas yang selanjutnya penulis akan berusaha untuk memperbaiki kesalahan yang telah penulis lakukan di dalam penyusunan makalah ini.
Penulis mengharapkan dengan disusunnya makalah tentang pendidikan agama Islam pada masa pembangunan ini akan dapat menambah pengetahuan dan juga mendorong semangat di dalam mempelajari Sejarah Pendidikan Islam, tidak hanya bagi penulis tetapi juga bagi siapa saja yang membaca makalah ini.


                                                                                    Metro,    Juni 2011
                                                                                             Penulis
                                                                                                  
                                                                                         Kelompok 7

DAFTAR ISI


HALAMAN JUDUL.......................................................................................         i
KATA PENGANTAR.....................................................................................        ii
DAFTAR ISI....................................................................................................       iii
BAB I. PENDAHLUAN.................................................................................        1
BAB II. PAMBAHASAN...............................................................................        2
A.    Penyajian Data Sejarah  .................................................................        2
B.     Analisis Fakta Sejarah ....................................................................      13
BAB III. PENUTUP .......................................................................................      14
A.    Kesimpulan ....................................................................................      14
B.     Saran ..............................................................................................      14
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN


Sejarah Pendidikan Islam memang sudah menjadi suatu bentuk pengetahuan yang sudah selayaknya setiap muslim mengetahuinya, karena dengan mempelajari bagaimana perkembangan pendidikan Islam itulah seseorang akan dapat mendapatkan pelajaran yang berharga serta dapat membandingkan antara pendidikan dahulu dengan yang ada pada saat ini.
Membicarakan pendidikan Islam memang merupakan sebuah pembicaraan yang menarik, sehinggamenjadi sebuah kebutuhan tersednri bagi setiap umat muslim, karena dengan hal tersebut diharapkan pendidikan Islam akan semakin dapat mempertahankan hal-hal yang diajarkan oleh Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam, serta tidak tertinggal dengan kemajuan teknologi pada saat ini.
Di negara Indonesia juga sudah tercatat mengenai bagaimana pendidikan Islam masuk serta berkembang yang hal tersebut melalui beberapa tahapan-tahapan yang telah ditempuh oleh pendahulu-pendaulu umat Islam di Indonesia ini, hingga pada saat ini Negara Indonesia merupakan engara yagn sebagian besarnya adalah Muslim.
Sejarah pendidikan Islam di Indonesia sangatlah luas, sehingga penulis pada kesempatan ini akan membahas saatu dari beberapa pembahasan mengenai sejarah pendidikan Islam di Indonesia, yakni mengenai Pendidikan Islam pada masa Pembangunan atau Orde baru, sehingga fokus pembahasan pada makalah ini adalah berkisar mengenai kebijakan pemerintah pada masa tersebut mengenai pendidikan Islam.

BAB II
PEMBAHASAN


A.     Penyajian Data Sejarah
Kebijakan-kebijakan pemerintah, mulai dari pemerintahan kolonial, awal, dan pasca kemerdekaan hingga masuknya Orde Baru terkesan meng-"anak­tirikan", mengisolasi bahkan hampir saja menghapuskan sistem pendidikan Islam Hanna karena alasan "Indonesia bukanlah negara Islam". Namun berkat semangat juang yang tinggi dari tokoh-tokoh pendidikan Islam, akhirnya berbagai kebijakan tersebut mampu "diredam" untuk sebuah tujuan ideal, yaitu "menciptakan manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia ..." seperti tercantum dalam UU SISDIKNAS No. 20 Tahun 2003. Dengan demikian, sebenarnya banyak faktor yang mempengaruhi kebijakan-kebijakan pemerintah terhadap pendidikan Islam, baik dari aspek sosiopolitik maupun aspek religius.
Secara operasional, kata kebijakan berasal dari kata "bijak" yang berarti rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan kepemimpinan, dan cara bertindak pemerintah, organisasi dan sebagainya.' Sedangkan Orde Baru merupakan suatu pemerintahan dan sebagainya; peraturan pemerintah; susunan angkatan sejak tanggal 11 Maret 1966.2 Selanjutnya rentang waktu sistem pemerintahan RI sejak lahirnya SUPERSEMAR sampai lengsernya Soeharto dari jabatan presiden RI tanggal 20 Mei 1998 yang merupakan awal masa reformasi di Indonesia, penulis jadikan sebagai batasan pembahasan dalam penyajian tulisan ini. Di samping itu, tulisan ini juga berupaya mendeskripsikan berbagai kebijakan pem.erintah era Orde Baru terutama yang ada kaitannya dengan pendidikan Islam.
1.      Menjembatani Dualisme Pendidikan
Diakui bahwa kebijakan pemerintah Orde Baru mengenai pendidikan Islam-dalam konteks madrasah-di Indonesia bersifat positif dan kon­struktif, khususnya dalam dua dekade terakhir 1980-an sampai dengan 1990-an. Pada masa pemerintah Orde Baru, lembaga pendidikan (madrasah) dikembangkan dalam rangka pemerataan kesempatan dan peningkatan mutu pendidikan.
Pada awal-awal masa pemerintahan Orde Baru, kebijakan tentang madrasah bersifat melanjutkan dan meningkatkan kebijakan Orde Lama. Pada tahap ini madrasah belum dipandang sebagai bagian dari sistem pen­didikan nasional, tetapi baru bersifat lembaga pendidikan otonom di bawah pengawasan Menteri Agama. Hal ini disebabkan pendidikan madrasah belum didominasi oleh muatan-muatan agama, menggunakan kurikulum yang belum terstandar, memiliki struktur yang tidak seragam, dan kurang terpantaunya manajemen madrasah oleh pemerintah.
Menghadapi kenyataan tersebut di atas, langkah pertama dalam mela­kukan pembaruan ini adalah dikeluarkannya Kebijakan Menteri Agama Tahun 1967 sebagai respons terhadap TAP MPRS No. XXVII Tahun 19663 dengan melakukan formalisasi dan strukturisasi madrasah. Formalisasi ditempuh dengan menegerikan sejumlah madrasah dengan kriteria ter­tentu yang diatur oleh pemerintah di samping mendirikan madrasah­madrasah yang baru.
Sedangkan strukturisasi dilakukan dengan mengatur perjenjangan dan perumusan kurikulum sekolah-sekolah yang berada di bawah Depdikbud 5 Salah satunya seperti tercantum pada Pasal 1 TAP MPRS No. XXVII Tahun 1966 "menetapkan pendidikan agama menjadi mata pelajaran di sekolah-sekolah mulai dari sekolah dasar sampai ke universitas-universitas negeri.
Dari uraian di atas dipahami bahwa upaya melakukan formalisasi dan strukturisasi madrasah merupakan agenda awal pemerintah (Menteri Agama) pada masa Orde Baru. Proses penegerian sejumlah madrasah swasta tampaknya didorong oleh animo masyarakat yang cukup tinggi, yang pada satu sisi ingin mendalami ajaran Islam itu sendiri, namun di sisi lain berkeinginan untuk sejajar dengan sekolah-sekolah umum yang sudah berstatus negeri, sehingga dengan demikian output lembaga madrasah juga dapat memiliki peluang dan kesempata:. untuk duduk dan memegang jabatan pada instansi-instansi yang ada. Sementara upaya strukturisasi kurikulum dengan memasukkan mata pelajaran pendidikan agama ke sekolah-sekolah mulai dari jenjang pendidikan dasar hingga perguruan tinggi tampaknya didorong oleh keinginan melahirkan output yang tidak "hampa" dari nilai-nilai religius. Agaknya hal ini merupakan salah satu faktor yang memengaruhi berbagai kebijakan pemerintah terhadap pendidikan Islam di Nusantara.
Seiring dengan struktur madrasah yang semakin lengkap, pada tanggal 10 sampai 20 Agustus 1970 telah diadakan pertemuan di Cobogo, Bogor dalam rangka penyusunan kurikulum madrasah dalam semua tingkatan secara nasional. Langkah ini merupakan salah satu kontribusi pemerintah Orde Baru dalam mendekatkan hubungan madrasah dengan sekolah. Otonomi yang diberikan kementerian agama untuk mengelola madrasah terus dibarengi dengan kebijakan yang mengarah kepada penyempurnaan sistem pendidikan nasional. Langkah ini menjadi agenda penting pada masa awal-awal pemerintahan Orde Baru.
Dalam dekade 1970-an madrasah terns dikembangkan untuk memper­kuat keberadaannya, namun di awal-awal tahun 1970-an, justru kebijakan pemerintah terkesan berupaya untuk mengisolasi madrasah dari bagian sistem pendidikan nasional. Hal ini terlihat dengan langkah yang ditempuh pemerintah dengan mengeluarkan suatu kebijakan berupa Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 34 Tanggal 18 April Tahun 1972 tentang "Tanggung Jawab Fungsional Pendidikan dan Latihan". Isi keputusan ini pada intinya mencakup tiga hal:
1.      Menteri Pendidikan dan Kebudayaan bertugas dan bertanggung jawab atas pembinaan pendidikan umum dan kejuruan.
2.      Menteri Tenaga Kerja bertugas dan bertanggung jawab atas pembinaan clan latihan keahlian clan kejuruan tenaga kerja akan pegawai negeri.
3.      Ketua Lembaga Administrasi Negara bertugas clan bertanggung jawab atas pembinaan pendidikan dan latihan khusus untuk pegawai ne­geri?
Selanjutnya, Kepres Nomor 34 Tahun 1972 ini dipertegas oleh Inpres Nomor 15 Tahun 1974 yang mengatur operasionalnya. Dalam TAP MPRS Nomor XVII Tahun 1966 dijelaskan "agama merupakan salah satu unsur mutlak dalam pencapaian tujuan nasional. Persoalan keagamaan dikelola oleh Departemen Agama, sedangkan madrasah dalam TAP MPRS Nomor 2 Tahun 1960 adalah lembaga pendidikan otonom di bawah pengawasan Menteri Agama" e Dari ketentuan ini, Departemen Agama menyelenggarakan pendidikan madrasah tidak saja bersifat keagamaan dan umum, tetapi juga bersifat kejuruan. Dengan Keputusan Presiden No. 34 Tahun 1972 clan Inpres No. 15 Tahun 1974, penyelenggaraan pendidikan umum dan kejuruan sepenuhnya berada di bawah tanggung jawab Mendikbud. Secara implisit ketentuan ini mengharuskan diserahkannya penyelenggaraan pendidikan madrasah yang sudah menggunakan kurikulum nasional kepada Depdikbud.
Dua kebijakan pemerintah di atas, menggambarkan ketegangan yang cukup kuat antara madrasah dengan pendidikan umum (sekolah). Dalam konteks ini, tampaknya madrasah tidak hanya diisolasi dari sistem pen­didikan nasional, tetapi terdapat indikasi kuat untuk dihapuskan. Meskipun sudah adanya usaha penegerian madrasah dan penyusunan kurikulum 1973, tampaknya usaha itu tidak cukup sebagai alasan untuk mengakui madrasah sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional
Kebijakan yang dinilai tidak menguntungkan umat Islam, menimbul­kan respons yang berdatangan dari ulama dan madrasah swasta. Respons ini ditunjukan antara lain oleh musyawarah kerja Majelis Pertimbangan Pendidikan dan Pengajaran Agama (MP3A);. Dalam musyawarah ini terdapat kesepakatan untuk meyakinkan pemerintah bahwa madrasah adalah lembaga pendidikan yang memberikan sumbangan yang cukup berarti dalam proses pembangunan. Di samping itu, dalam pengelolaan madrasah, MP3A berpendapat yang paling tepat diserahi tanggung jawab itu adalah Depag, sebab Menteri Agamalah yang lebih tahu konstelasi pendidikan Islam, butane Mendikbud atau menteri-menteri lain.
Melihat aspirasi umat Islam di atas yang keberatan atas kebijakan yang dikeluarkan pemerintah, maka pemerintah pun secara aktif menyikapi tuntutan umat Islam tersebut, sehingga pada tanggal 26 November 1974 diadakan sidang kabinet terbatas yang salah satu hasilnya adalah kesepakatan yang dikeluarkan oleh tiga menteri (Kementerian Agama, Kementerian Pendidikan clan Kebudayaan, clan Kementerian Dalam Negeri) yang dikenal dengan "SKB Tiga Mentor" tahun 1975." Kesepakatan tiga menteri itu mengenai "peningkatan mutu pendidikan madrasah".
Secara umum SKB Tiga Menteri tersebut memuat beberapa ketentuan yang meliputi kelembagaan, kurikulum dan pengajaran. Dalam keputusan bersama ini yang dimaksud dengan madrasah adalah lembaga pendidikan yang menjadikan mata pelajaran agama Islam sebagai mata pelajaran dasar yang diberikan sekurang-kurangnya 30% di samping mata pelajaran umum.
Hanun Asrohah menjelaskan bahwa untuk merealisir SKB tersebut, Departemen Agama melalui penertiban, penyeragaman, dan penyamaan perjenjangan pada madrasah-madrasah dengan langkah-langkah:'"
a.       Menciutkan jumlah PGAN dan mengubah status sebagian besar PGAN tersebut menjadi Madrasah Tsanawiyah atau Aliyah Negeri
b.      Mengubah status Sekolah Persiapan IAIN, menjadi Madrasah Aliyah Negeri.
c.       PGA-PGA yang diselenggarakan oleh pihak swasta, juga barns Dubai statusnya menjadi Madrasah Tsanawiyah atau Madrasah Aliyah.
Sejumlah keputusan yang memperkuat posisi madrasah lebih ditegaskan lagi sehingga menunjukkan kesetaraan madrasah dengan sekolah. Di antara beberapa pasal yang cukup strategis antara lain pertama, dalam Bab I Pasal 1 ayat 2 berbunyi: madrasah itu meliputi tiga tingkatan, a) Madrasah Ibtidaiyah setingkat dengan Sekolah Dasar; b) Madrasah Tsanawiyah setingkat dengan Sekolah' Menengah Pertama; dan c) Madrasah Aliyah setingkat dengan Sekolah Menengah Atas. Kemudian dalam peningkatan mutu pendidikan, "pada madrasah diupayakan tingkat mata pelajaran umumnya mencapai tingkat yang sama dengan mata pelajaran umum di sekolah. Hal ini memberi pengaruh kepada pengakuan ijazah, lulusan clan status siswa madrasah. Kedua, dalam Bab II Pasal 2 disebutkan bahwa: a) ijazah madrasah dapat mempunyai nilai yang sama dengan ijazah sekolah umum yang setingkat; b) lulusan madrasah dapat melanjutkan ke sekolah umum setingkat lebih atas; dan c) siswa madrasah dapat pindah ke sekolah umum yang setingkat.
Dalam pengelolaan dan pembinaan pendidikan, Depag telah mempunyai suatu otoritas dalam mengelola dan membina madrasah sebagai salah satu lembaga pendidikan. Kenyataan ini terlihat dalam Bab IV Pasal 4 sebagai berikut: pertama, pengelolaan madrasah dilakukan oleh Menteri Agama, Kedua, pembinaan mata pelajaran agama pada madrasah dilakukan oleh Menteri Agama, Ketiga, pembinaan dan pengawasan untuk mata pelajaran umum pada madrasah dilakukan oleh Mendikbud bersama-sama dengan Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri.'s
Dari beberapa pasal yang dimuat dalam SKB Tiga Menteri tersebut, terlihat adanya keinginan dan upaya pemerintah untuk mengakui eksistensi madrasah sekaligus dalam meningkatkan mutunya. Dengan SKB tersebut madrasah memiliki definisinya yang semakin jelas sebagai pendidikan yang setara dengan sekolah walaupun keduanya dikelola oleh instansi yang berbeda. Kondisi ini menjadikan madrasah tidak lagi hanya dianggap sebagai lembaga pendidikan keagamaan, melainkan sudah merupakan lembaga pendidikan yang menjadikan mata pelajaran agama Islam sebagai mata pelajaran dasar yang sekurang-kurangnya 30%, di samping mata pelajaran umum.
Sekalipun persentase mata pelajaran agama Islam sesuai SKB itu minimal 30%, namun semangatnya tetap 100%. Maksudnya adalah mata pelajaran agama tetap diberikan 100% di MA, hanya saja waktu yang disediakan untuk menyajikan mata pelajaran agama tersebut 30% dari keseluruhan waktu/jam pelajaran yang ada di MA. 16
2.      Restrukturisasi Kurikulum Madrasah Dan Menga­tasi Kelangkaan Uiama
Setelah SKB Tiga Menteri, usaha pengembangan madrasah selanjutnya adalah dikeluarkannya SKB Menteri P&K Nomor 299/u/1984 dengan Menteri Agama Nomor 45 Tahun 1984, tentang Pengaturan Pembakuan Kurikulum Sekolah Umum dan Kurikulum Madrasah yang isinya antara lain adalah mengizinkan kepada lulusan madrasah untuk melanjutkan ke sekolah-sekolah umum yang lebih tinggi." SKB 2 Menteri dijiwai oleh TAP MPR No. II/TAP/MPR/ 1983 tentang Perlunya Penyesuaian Sistem Pendidikan sejalan dengan daya kebutuhan pembangunan di segala bidang, antara lain dilakukan melalui perbaikan kurikulum sebagai salah satu di antara berbagai upaya perbaikan penyelenggaraan pendidikan di sekolah umum dan madrasah.
Dalam keputusan itu terjadi perubahan berupa perbaikan dan penyempurnaan kurikulum sekolah umum clan madrasah. Perubahan tersebut tertuang dalam KMA No. 99 Tahun 1984 untuk tingkat MI, KMA Nomor 100 untuk tingkat MTs, clan KMA Nomor 101 untuk tingkat PGAN.19 Keempat KMA tersebut merupakan upaya untuk memperbaiki kurikulum madrasah agar lebih efektif clan efisien aatara lain dalam hal: a) mengorganisasikan program pengajaran (tingkat madrasah); b) untuk membentuk manusia memiliki ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta keharmonisan sesama manusia dan lingkungannya; c) mengefektifkan proses belajar mengajar; dan d) mengoptimalkan waktu belajar.
Upaya dalam pengaturan dan pembaruan kurikulum madrasah di­kembangkan dengan menyusun kurikulum sesuai dengan konsensus yang ditetapkan. Khusus untuk MA, waktu untuk setiap mata pelajaran berlangsung 45 menit dan memakai semester. Sementara itu, jenis program pendidikan dalam kurikulum madrasah terdiri dari program inti clan program pilihan. Pengembangan kedua program kurikulum ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu: a) pendidikan agama, terdiri dari: Al-Quran Hadis, Akidah Akhlak, Fikih, SKI, clan Bahasa Arab; dan b) pendidikan dasar umum yang terdiri dari: PMP, PSPB, Bahasa dan Sastra Indonesia, Sejarah Nasional Indonesia, Pengetahuan Sosial, Sains, Olahraga dan Kesehatan, Matematika, Pendidikan Seni, Pendidikan Keterampilan, Bahasa Inggris (MTs clan MA), Ekonomi (MA), Geografi (MA), Biologi (MA), Fisika (MA) dan Kimia (MA)."
Sebagai esensi dari pembakuan kurikulum sekolah umum dan madrasah ini memuat antara lain:
a.       Kurikulum sekolah umum dan madrasah terdiri dari program inti dan program pilihan.
b.      Program inti dalam rangka memenuhi tujuan pendidikan sekolah umum dan madrasah, dan program inti sekolah umum clan madrasah secara kualitatif sama.
c.       Program khusus (pilihan) diadakan untuk memberikan bekal kemam­puan siswa yang akan melanjutkan ke perguruan tinggi bagi Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah.
d.      Pengaturan pelaksanaan kurikulum sekolah umum dan madrasah me­ngenai sistem kredit semester, bimbingan karier, ketuntasan belajar, clan sistem penilaian adalah sama.
e.       Hal-hal yang berhubungan dengan tenaga guru dan sarana pendidikan dalam rangka keberhasilan pelaksanaan kurikulum akan diatur bersama oleh kedua departemen yang bersangkutan.
Dengan demikian, kurikulum 1984 tersebut pada hakikatnya mengacu kepada SKB 3 Menteri dan SKB 2 Menteri, baik dalam program, tujuan maupun bahan kajian dan pelajarannya. Di antara rumusan kurikulum 1984 memuat hal strategis sebagai berikut:
a.       Program kegiatan kurikulum madrasah (MI, MTs dan MA) tahun 1984 dilakukan melalui kegiatan interen kurikuler, kokurikuler dan ekstra­kurikuler, baik dalam program inti maupun program pilihan.
b.      Proses belajar mengajar dilaksanakan dengan memerhatikan keserasian antara cara seseorang belajar dengan apa yang dipelajarinya.
c.       Penilaian dilakukan secara berkesinambungan dan menyeluruh untuk peningkatan proses dan hasil belajar, serta pengelolaan program.
Selanjutnya, penilaian akan menurunnya tingkat penguasaan ilmu-ilmu keagamaan lulusan rnadrasah ala SKB 3 Menteri direspons pemerintah dengan mendirikan MAPK.z3 Kelahiran MAPK yang dirintis oleh H. Munawir Sjadzali, MA (ketika ia menjabat sebagai Menteri Agama RI) menurut Ali Hasan dan Mukti A1i24 dilatarbelakangi oleh kebutuhan akan tenaga ahli di bidang agama Islam (ulama) sesuai dengan tuntutan pembangunan nasional, sehingga kondisi itu perlu dilakukan upaya peningkatan mutu pendidikan pada MA.
Sejak dikeluarkannya SKB 3 Menteri yang dilanjutkan dengan SKB 2 Menteri, secara formal madrasah sudah menjadi sekolah umum yang menjadikan agama sebagai ciri khas kelembagaannya. Kebijakan pemerintah dalam 2 SKB di atas menimbulkan dilema baru bagi madrasah. Di satu pihak materi pengetahuan umum bagi madrasah secara kuantitas dan kualitas mengalami peningkatan, tetapi di pihak lain penguasaan murid terhadap ilmu pengetahuan agama menjadi "serba tanggung", sehingga untuk mencetak ulama dari madrasah merupakan suatu hal yang terlalu riskan.
Menyadari kondisi itu, pemerintah berusaha mengadakan terobosan­terobosan, sehingga muncul keinginan pemerintah untuk mendirikan MA bersifat khusus yang kemudian dikenal dengan nama Madrasah Aliyah Program Khusus (MAPK) yang didasarkan pada Keputusan Menteri Agama No. 73 Tahun 1987.25 Pada MAPK ini dititikberatkan pada pengembangan dan pendalaman ilmu-ilmu keagamaan dengan tidak mengenyampingkan ilmu umum sebagai usaha pengembangan wawasan.zs
Untuk itu, Pusat Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Agama Badan Litbang Agama Depag bekerjasama dengan Dirjen Binbaga Islam melakukan studi kelayakan terhadap beberapa MAN yang dianggap memungkinkan, baik sarana maupun prasarananya dalam menyelenggarakan program khusus. Dari penelitian tersebut ditunjuk 5 (lima) MAN sebagai penyelenggara program khusus. Kelima madrasah itu adalah: MAN Darussalam (Ciamis, Jawa Barat), MAN Jung Pandang, MAN 1 Yogyakarta, MAN Koto Baru (Padang Panjang, Sumbar) dan MAN Jember (Jawa Timur) yang penyelenggaraannya mengacu kepada Keputusan Dirjen Binbaga Islam Nomor 47/E/1987 tanggal 23 Juli 1987.27
Dalam hal kurikulum, pada dasarnya kurikulum MAPK yang mempunyai perbandingan 70% agama dan 30% umum, secara kurikuler dimaksudkan untuk mengembangkan program pembibitan calon-calon ulama, sehingga penyelenggaraan MAPK merupakan program intensifikasi pendidikan melalui sistem asrama (program tutorial) clan pengembangan kemahiran berbahasa Arab dan Inggris. Sedangkan buku sumber, pendekatan yang digunakan, sistem evaluasi, penetapan angka kredit, semuanya sama dengan MA, hanya saja ditambah dengan bimbingan belajar (tutorial) untuk kitab kuning pada sore hari, sehingga kegiatan belajar mengajar cukup padat, baik intra maupun ekstrakurikuler.
Setelah berjalan beberapa tahun, tampaknya program MAPK hasilnya cukup menggembirakan, sehingga pemerintah terus mengupayakan pembina­an clan pengembangan baik fisik maupun mental. Dengan diberlakukannya kurikulum 1994 yang merupakan.konsekuensi UUSPN Nomor 2 tahun 1989, MAPK diganti namanya menjadi Madrasah Aliyah Keagamaan (MAK). Hemat penulis, perubahan dari MAPK menjadi MAK hanyalah perubahan nama saja, bukan perubahan substansi lembaga atau kurikulum serta tujuan awal pendirian lembaga tersebut, yaitu mempersiapkan tenaga terampil yang menguasai pengetahuan agama secara baik dan mendalam. Selain itu, perubahan tersebut merupakan implikasi dikeluarkannya PP No. 28 Tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar Pasal 4 Ayat (3) bahwa MI dan MTs yang diselenggarakan oleh Departemen Agama adalah sekolah umum berciri khas agama Islam dan SK Mendikbud No. 489/U/1992 bahwa MA adalah SMU yang berciri khas agama Islam. Meskipun tidak terdapat PP atau SK yang menunjukkan perubahan nama tersebut, namun diyakini bahwa perubahan MAPK menjadi MAK merupakan dampak positif dari PP dan SK tersebut yang juga menginginkan lahirnya lembaga-lembaga kejuruan dengan penguasaan keterampilan yang lebih khusus terutama dalam bidang penguasaan ajaran agama Islam.
3.      Unifikasi Sister Pendidikan
Memasuki dekade 90-an, kebijakan pemerintah Orde Baru mengenai madrasah ditujukan secara penuh untuk membangun satu sistem pendidikan nasional yang utuh. Maksudnya adalah sistem pendidikan nasional tidak hanya bergantung kepada pendidikan jalur sekolah, tetapi juga memanfaatkan jalur luar sekolah. Untuk tujuan ini, pemerintah melakukan berbagai langkah dan terobosan. Satu di antaranya melalui penyusunan UU No. 1 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan sekaligus menggantikan UU No. 4 Tahun 1950 jo UU No. 12 Tahun 1954. Undang-Undang No. 2 Tahun 1989 tersebut -memuat 20 bab, 59 pasal yang secara umum terdiri dari kelembagaan, peserta didik, tenaga kependidikan, sumber daya pendidikan, kurikulum, pembelajaran, evaluasi, dan supervisi.28 Berdasarkan undang­undang tersebut, pendidikan di Indonesia dilaksanakan secara semesta, menyeluruh, terpadu. Semesta dalam arti terbuka bagi seluruh rakyat dan berlaku di seluruh wilayah negara. Menyeluruh dalam arti mencakup jalur, jenjang dan jenis pendidikan. Sedangkan terpadu berarti keterkaitan antara pendidikan nasional dengan seluruh usaha pembangunan nasional.
Penjabaran UUSPN ini dituangkan dalam peraturan pemerintah. Di antara PP itu adalah PP No. 27 Tahun 1990 tentang Pendidikan Prasekolah, PP No. 28 Tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar, PP No. 29 Tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah, PP No. 30 Tahun 1990 tentang Pendidikan Tinggi, PP No. 72 Tahun 1991 tentang Pendidikan Luau Biasa, PP No. 73 tahun 1991 tentang Pendidikan Luar Sekolah, PP No. 38 Tahun 1992 tentang Tenaga Kependidikan, dan PP No. 39 Tahun 1992 tentang Peran Serta Masyarakat dalam SISPENAS.
Diundangkannya UU No. 2 Tahun 1989, memberikan efek positif terhadap pendidikan agama secara umum dan lembaga pendidikan madrasah khususnya. Indikasi ini terlihat dalam Pasal 4 bahwa pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Dalam persoalan ini, tujuan pendidikan nasional secara umum adalah mengembangkan intelektual, moral dan spiritual. Tentu dalam hal moral dan spiritual pendidikan agama mempunyai peran strategis.
Pola integrasi madrasah ke dalam sistem pendidikan nasional tampaknya dalam batas tertentu mengikuti pola sekolah-sekolah swasta Islam, seperti Muhammadiyah, al-Azhar, clan lain-lain. Lembaga ini mengembangkan kurikulum yang diatur oleh pemerintah secara nasional, di samping menambahkan muatan dari kegiatan keagamaan yang cukup banyak. Penambahan ini dibenarkan menurut UUSPN Pasal 47 Ayat 2, sebagai ciri khas pendidikan yang dikelola oleh orang/yayasan Islam.

B.     Analisis Fakta Sejarah
Melihat alaur sejarah pendidikan Islam di Indonesia sebagaimana tersebut diatas maka penuiis mengambii satu anaiisis bahwa pendidikan Islam pada masa orde baru merupakan tahap awal munculnya kesadaran bangsa Indonesia akan pentingnya penanaman nilai-nilai keagamaan pada masyarakat Indonesia sehingga bangsa Indonesia dapat menyongsong masa akan datang bukan hanya dengan IPTEK melainkan juga di imbang o'ten hV11AV, meskipun Dada awainya untie mewujudkan pendidikan dalam bentuk madrasah yang memiliki kesetaraan dengan pendidikan umum adaiah proses yang sangat peiik. hai tersebut dapat delight clan fact sejarah yang penulis ungkapkan di atas ketika awal orde baru terkesan mengaanaktirikan pendidikan Islam Balkan hampir menghanuskannya. ham tersebut dibuktikan dengan beberapa keputusan yang diberikan oleh pemerintah terhadap pendidikan. Sepertihalnya keputusan presiden yang Nomor S4 tanggal 18 April tahun 1y%1, tentang "Tanggung Jawab Fungsional Pendidikan dan Latihan", yang dianggap mengisolasi pendidikan Islam ham tersebut dikarenakan di dalam kenutusan tersebut mengarah kepada penyerahan kewenangan pendidikan Islam kepada Depdikbud, yang seharusnya tetap diberikan kepada menteri Agama karena menteri agamaiah yang memiliki kewenangan serta memahami mengenai aspek keagamaan dibandingkan Dendikbud, hai tersebutiah yang menladi saiah satu hambatan lagi bagi pendidikan Islam yang akhirnya bangkitlah umat Islam ketika itu untuk mengusulakn agar kewenangan pendidikan Isiam kembaii diberikan kepada Depot.
Begitu banyak lika-liku perjuangan pendidikan Islam di Indonesia pada masa awai kemerdekaan hingga orde baru, hinge Dada akhirnya dari situlah awal berjayanya pendidikan Islam di mata pemerintah hal tersebut dapat dilihat dari fakta seiarah yang menyebutkan bahwa madras telah disetarakan dengue pendidikan umum, septa terdapat pula pendidikan madrasah yang diusung guna untuk mernbangkitkan serta memunculkan para generasi ulama-ulama yang berkompeten tetapi tidak tertinggal dalam hal pendidikan umum yakni dengan adanya MAPK atau MAK, yang memberikan porsi pendidikan agama lebih bank tetapi tidal meninggalkan pendidikan umum.

BAB III
PENUTUP


A.    Kesimpulan
Diawali dari proses penegerian sejumlah madrasah oleh pemerintah RI pada masa Orde Baru yaitu pada tahun 1967, mulai dari Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, clan Madrasah Aliyah, selangkah telah terlihat kebijakan pemerintah yang berkontribusi positif terhadap pendidikan Islam yang kemudian disusul dengan munculnya SKB Tiga Menteri tahun 1975 tentang peningkatan mutu madrasah dengan diakuinya ijazah madrasah yang memiliki nilai yang sama dengan ijazah sekolah umum, lulusan madrasah dapat melanjutkan pendidikan ke sekolah umum setingkat lebih atas dan siswa madrasah dapat berpindah ke sekolah umum yang setingkat.
Kebijakan berikutnya terlihat dari SKB 2 Menteri yang memprioritaskan pada penyempurnaan kurikulum madrasah dan sekolah umum. Di sini madrasah sudah menjadi sekolah umum dengan menjadikan mata pelajaran agama sebagai ciri khas kelembagaannya. Namun persoalan yang muncul adalah penguasaan siswa madrasah baik secara kualitas maupun kuantitas terhadap pelajaran umum dan agama menjadi serba tanggung. Untuk mengantisipasi hal ini, maka pemerintah mengeluarkan kebijakan dengan mendirikan MAPK yang akhirnya diubah namanya dengan MAK agar substansi lembaga pendidikan madrasah sebagai lembaga tafaqquh fiddin tetap dapat ci.lestarikan. Akhirnya, untuk lebih menyempurnakan sebuah sistem pendidikan r_asional yang utuh, maka dikeluarkanlah kebijakan­kebijakan yang tertuang dalam UUSPN No. 2 Tahun 1989 sehingga men­jadikan madrasah (pendidikan Islam) benar-benar terintegrasi dalam sistem pendidikan nasional.
B.     Saran
Dari kesimpulan di atas penulis memberikan saran kepada penulis sendiri dan para pembaca sekalian untuk dapat memahami serta menghayati dan mengambil pelajaran dari beberapa kisah perjuangan pendidikan Islam, terutama pada masa orde baru, tentang bagaimana perjuangan mereka untuk dapat mneyetarakan serta meningkatkan Pendidikan Agama Islam ketika itu. Sehingga hal tersebut dapat menjadi bahan evaluasi bagi diri kita tentang bagaimana perjuangan kita untuk pendidikan agama islam pada saat ini sudahkah seperti mereka? Pertayaan akan bisa kita jawab sendiri ketika memahami materi di atas.

MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM “Agama ISLAM Pada Masa Pembangunan”

MAKALAH
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
“Agama ISLAM Pada Masa Pembangunan”



1.       PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
           Pengertian Islam bisa kita bedah dari dua aspek, yaitu aspek kebahasaan dan aspek peristilahan. Dari segi kebahasaan, Islam berasal dari bahasa Arab yaitu dari kata salima yang mengandung arti selamat, sentosa, dan damai. Dari kata salima selanjutnya diubah menjadi bentuk aslama yang berarti berserah diri masuk dalam kedamaian. Oleh sebab itu orang yang berserah diri, patuh, dan taat kepada Allah swt. disebut sebagai orang Muslim.
           Islam dari segi kebahasaan mengandung arti patuh, tunduk, taat, dan berserah diri kepada Allah swt. dalam upaya mencari keselamatan dan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Hal itu dilakukan atas kesadaran dan kemauan diri sendiri, bukan paksaan atau berpura-pura, melainkan sebagai panggilan dari fitrah dirinya sebagai makhluk yang sejak dalam kandungan telah menyatakan patuh dan tunduk kepada Allah.
           Adapun pengertian Islam dari segi istilah, banyak para ahli yang mendefinisikannya, di antaranya Prof. Dr. Harun Nasution. Ia mengatakan bahwa Islam menurut istilah (Islam sebagai agama) adalah agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Tuhan kepada masyarakat manusia melalui Nabi Muhammad saw sebagai Rasul. Islam pada hakikatnya membawa ajaran-ajaran yang bukan hanya mengenal satu segi, tetapi mengenal berbagai segi dari kehidupan manusia.
B.    TUJUAN
·        Mengetahui bagaimana keadaan agama Islam pada masa pembangunan.
·        Mengetahui organisasi – organisasi apa saja yang ada pada Islam
·        Mengetahui peranan organisasi – organisasi Islam
C.     RUMUSAN MASALAH
1.     Bagaimana keadaan agama Islam pada masa pembangunan?
2.     Apa saja organisasi Islam pada masa pembangunan?
3.     Apa peranan organisasi tersebut?


Peran Islam dalam Pembangunan Bangsa Indonesia
           Pengertian Islam bisa kita bedah dari dua aspek, yaitu aspek kebahasaan dan aspek peristilahan. Dari segi kebahasaan, Islam berasal dari bahasa Arab yaitu dari kata salima yang mengandung arti selamat, sentosa, dan damai. Dari kata salima selanjutnya diubah menjadi bentuk aslama yang berarti berserah diri masuk dalam kedamaian. Oleh sebab itu orang yang berserah diri, patuh, dan taat kepada Allah swt. disebut sebagai orang Muslim.
Islam dari segi kebahasaan mengandung arti patuh, tunduk, taat, dan berserah diri kepada Allah swt. dalam upaya mencari keselamatan dan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Hal itu dilakukan atas kesadaran dan kemauan diri sendiri, bukan paksaan atau berpura-pura, melainkan sebagai panggilan dari fitrah dirinya sebagai makhluk yang sejak dalam kandungan telah menyatakan patuh dan tunduk kepada Allah.
Adapun pengertian Islam dari segi istilah, banyak para ahli yang mendefinisikannya, di antaranya Prof. Dr. Harun Nasution. Ia mengatakan bahwa Islam menurut istilah (Islam sebagai agama) adalah agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Tuhan kepada masyarakat manusia melalui Nabi Muhammad saw sebagai Rasul. Islam pada hakikatnya membawa ajaran-ajaran yang bukan hanya mengenal satu segi, tetapi mengenal berbagai segi dari kehidupan manusia.
Sementara itu Maulana Muhammad Ali mengatakan bahwa Islam adalah agama perdamaian dan dua ajaran pokoknya, yaitu keesaan Allah dan kesatuan atau  persaudaraan umat manusia menjadi bukti nyata bahwa agama Islam selaras benar dengan namanya. Islam bukan saja dikatakan sebagai agama seluruh Nabi Allah, sebagaimana tersebut dalam Al Qur’an, melainkan pula pada segala sesuatu yang secara tak sadar tunduk sepenuhnya pada undang-undang Allah.
Di kalangan masyarakat Barat, Islam sering diidentikkan dengan istilah Muhammadanism dan Muhammedan.Peristilahan ini timbul karena pada umumnya agama di luar Islam namanya disandarkan pada nama pendirinya. Di Persia misalnya ada agama Zoroaster. Agama ini disandarkan pada nama pendirinya, Zarathustra. Agama lainnya, misalnya agama Budha, agama ini dinisbahkan kepada tokoh pendirinya, Sidharta Gautama Budha (lahir 560 SM). Demikian pula nama agama Yahudi yang disandarkan pada orang-orang Yahudi (Jews) yang berasal dari negara Juda (Judea) atau Yahuda.
Penyebutan istilah Muhammadanism dan Muhammedan untuk agama Islam, bukan saja tidak tepat, akan tetapi secara prinsip hal itu merupakan kesalahan besar. Istilah tersebut bisa mengandung arti bahwa Islam adalah paham Muhammad atau pemujaan terhadap Muhammad, sebagaimana perkataan agama Budha yang mengandung arti agama yang dibangun Sidharta Gautama Budha atau paham yang berasal dari Sidharta Gautama. Analogi nama dengan agama-agama lainnya tidaklah mungkin bagi Islam.
Berdasarkan keterangan tersebut, Islam menurut istilah mengacu kepada agama yang bersumber pada wahyu yang datang dari Allah swt, bukan berasal dari manusia/Nabi Muhammad saw. Posisi Nabi dalam agama Islam diakui sebagai orang yang ditugasi Allah untuk menyebarkan ajaran Islam tersebut kepada umat manusia. Dalam proses penyebaran agama Islam, nabi terlibat dalam memberi keterangan, penjelasan, uraian, dan tata cara ibadahnya. Keterlibatan nabi ini pun berada dalam bimbingan wahyu Allah swt.
Dengan demikian, secara istilah, Islam adalah nama agama yang berasal dari Allah swt. Nama Islam tersebut memiliki perbedaan yang luar biasa dengan nama agama lainnya. Kata Islam tidak mempunyai hubungan dengan orang tertentu, golongan tertentu, atau negeri tertentu. Kata Islam adalah nama yang diberikan oleh Allah swt. Hal itu dapat dipahami dari petunjuk ayat-ayat Al Qur’an yang diturunkan Allah swt.
Dalam konteks dunia Islam muncul Tripologi pemikiran politik tentang konsep agama dan politik sebagaimana yang disebutkan oleh Ma’mun Murod Al Brebesy dalam bukunya “Menyikapi Pemikiran Politik Gusdur dan Amien Rais Tentang Negara”.
1.  Aliran ini berpendirian bahwa Islam bukanlah agama sebagaimana dalam pengertian barat yang hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, tetapi Islam merupakan agama penyempurna yang mengatur segala aspek kehidupan termasuk dalam kehidupan bernegara, pemikiran ini diwakili oleh M.rasyid ridho, Al Maududi dan M.Qutb.
2.  Aliran yang kedua ini berpendirian bahwa Islam sebagai agama dalam pengertian barat yang tidak berkaitan dengan urusan keagamaan. Kehadiran Muhammad sebagai rasul tidak pernah dimaksudkan untuk mendirikan atau mengepalai suatu Negara. Pemikiran ini diwakili oleh Ali Abdul Al raziq.
3.   Aliran pemikiran yang ketiga ini menolak pandangan Islam sebagai agama yang serba lengkap dan bahwa dalam Islam terdapat sisitem ketatanegaraan, aliran ini berpendirian bahwa dalam Al-qur’an tidak terdapat sistem politik tetapi terdapat seperangkat nilai, etika bagi kehidupan, dan berkelangsungan suatu sistem politik. Aliran ini diwakili oleh M.Abduh dan M.Husein Haikal.
Melihat Tripologi di atas, sistem atau pemikiran politik yang saat ini sesuai dan diterapkan di Indonesia adalah aliran yang ketiga, yakni yang di wakili oleh M.Abduh danM.Husein Haikal. Haikal mengatakan, umat Islam tidak perlu kembali melihat pemerintahan klasik Islam, sebab sangat beragam dan kontekstual. Umat Islam harus melihat yang terbaik untuk dirinya pada saat ini yang menjamin hak dan kewajiban dengan prinsip-prinsip Islam yang berangkat dari ketauhidan, keadilan, kemerdekaan dan persamaan derajat. Dengan kata lain, menurut Haikal sistem pemerintahan yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan Islam adalah sisitem yang menjamin kebebasan dan berasaskan prinsip, bahwa pengangkatan kepala Negara dan kebijaksanaannya harus berdasarkan atas persetujuan rakyat, bahwa rakyat berhak mengawasi pelaksanaan pemerintahan dan meminta pertanggungjawaban.
Sejarah Islam di Indonesia
Pengaruh Islam terhadap perpolitikan nasional punya akar sejarah yang cukup panjang. Jauh sebelum penjajah kolonial bercokol di tanah air, sudah berdiri beberapa kerajaan Islam besar. Kejayaan kerajaan Islam di tanah air berlangsung antara abad ke-13 hingga abad ke-16 Masehi.
Salah satu penyebabnya adalah karena umat Islam menjadi penduduk mayoritas bangsa ini. Selain itu, dalam ajaran Islam sangat dianjurkan agar penganutnya senantiasa memberikan kontribusi sebesar-besarnya bagi orang banyak, bangsa, bahkan dunia. Penguasaan wilayah politik menjadi sarana penting bagi umat Islam agar bisa memberikan kontribusi bagi bangsa ini.
Berikut ini merupakan uraian mengenai kontribusi umat Islam dalam perpolitikan nasional di setiap era/ masa bangsa ini:
Era Kerajaan-Kerajaan Islam Berjaya
Islam masuk ke Indonesia pada abad ke- 7 Masehi melalui jalur pelayaran yang bersifat internasional melalui selat malaka yang menghubungkan dinasti Tang di Cina, Sriwijaya di Asia Tenggara dan Bani Umayyah di Asia Barat. Jauh sebelum penjajah kolonial masuk ke tanah air, sudah berdiri beberapa pengaruh Islam terhadap perpolitikan nasional yang memiliki akar sejarah yang cukup panjang dengan ditandai oleh kerajaan-kerajaan islam. Kejayaan kerajaan Islam di tanah air berlangsung antara abad ke-13 hingga abad ke-16 Masehi.
Pada perkembangannya, Islam mengalami pertumbuhan yang begitu pesat, terbukti dengan berdirinya Kerajaan Islam pertama di Indonesia salah satunya yaitu Samudera Pasai di Aceh. Pada abad ke-17 masehi atau tahun 1601 kerajaan Hindia Belanda datang ke Nusantara untuk berdagang, namun pada perkembangan selanjutnya mereka menjajah daerah ini. Belanda datang ke Indonesia dengan kamar dagangnya yaitu VOC, sejak saat itu hampir seluruh wilayah Nusantara dikuasainya kecuali Aceh. Saat itu antara kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara belum sempat membentuk aliansi atau kerja sama. Hal ini yang menyebabkan proses penyebaran dakwah terpotong.
Era Kolonial dan Kemerdekaan (Orde Lama)
Peranan Islam dan umatnya tidak dapat dilepaskan terhadap pembangunan politik di Indonesia baik pada masa kolonial maupun masa kemerdekaan. Pada masa kolonial Islam harus berperang menghadapi ideologi kolonialisme sedangkan pada masa kemerdekaan Islam harus berhadapan dengan ideologi tertentu macam komunisme dengan segala intriknya.
Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa sejarah secara tegas menyatakan kalau pemimpin-pemimpin Islam punya andil besar terhadap perumusan NKRI. Baik itu mulai dari penanaman nilai-nilai nasionalisme hingga perumusan Undang-Undang Dasar Negara
Para pemimpin Islam terutama dari Serikat Islam pernah mengusulkan agar Indonesia berdiri di atas Daulah Islamiyah yang tertuang di dalam Piagam Jakarta. Namun, format tersebut hanya bertahan selama 57 hari karena adanya protes dari kaum umat beragama lainnya. Kemudian, pada tanggal 18 Agustus 1945, Indonesia menetapkan Pancasila sebagai filosofis negara.
Era Orde Baru
Pemerintahan masa orde baru menetapkan Pancasila sebagai satu-satunya asas di dalam negara. Ideologi politik lainnya dipasung dan tidak boleh ditampilkan, termasuk ideologi politik Islam. Hal ini menyebabkan terjadinya kondisi depolitisasi politik di dalam perpolitikan Islam.
Politik Islam terpecah menjadi dua kelompok. Kelompok pertama di sebut kaum skripturalis yang hidup dalam suasana depolitisasi dan konflik dengan pemerintah. Kelompok kedua adalah kaum subtansialis yang mendukung pemerintahan dan menginginkan agar Islam tidak terjun ke dunia politik
Era Reformasi
Bulan Mei 1997 merupakan awal dari era reformasi. Saat itu rakyat Indonesia bersatu untuk menumbangkan rezim tirani Soeharto. Perjuangan reformasi tidak lepas dari peran para pemimpin Islam pada saat itu. Beberapa pemimpin Islam yang turut mendukung reformasi adalah KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur), ketua Nahdatul Ulama.  Muncul juga nama Nurcholis Majid (Cak Nur), cendikiawan yang lahir dari kalangan santri. Juga muncul Amin Rais dari kalangan Muhamadiyah. Bertahun-tahun reformasi bergulir, kiprah umat Islam dalam panggung politik pun semakin diperhitungkan.
Umat Islam mulai kembali memunculkan dirinya tanpa malu dan takut lagi menggunakan label Islam. Perpolitikan Islam selama reformasi juga berhasil menjadikan Pancasila bukan lagi sebagai satu-satunya asas. Partai-partai politik juga boleh menggunakan asas Islam. Kemudian bermunculanlah berbagai partai politik dengan asas dan label Islam. Partai-partai politik yang berasaskan Islam, antara lain PKB, PKU, PNU, PBR, PKS, PKNU, dan lain-lain.
Dalam kondisi bangsa yang sangat memprihatinkan sekarang, sudah waktunya umat Islam untuk terjun dalam perjuangan politik yang lebih serius. Umat islam tidak boleh lagi bermain di wilayah pinggiran sejarah. Umat Islam harus menyiapkan diri untuk memunculkan pemimpin-pemimpin yang handal, cerdas, berahklak mulia, profesional, dan punya integritas diri yang tangguh.
Peran Islam Terhadap Pembangunan di Indonesia
Peranan Umat Islam pada Masa Pembangunan
Berkat rahmat Allah SWT, usaha perjuangan kaum muslimin dan seluruh lapisan masyarakat berhasil dengan diproklamirkannya kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 yang berdasarkan pancasila dan UUD 1945. proses perjuangan yang panjang dalam merebut  kembali kemerdekaan yang telah dirampas oleh penjajah, telah banyak mengobarkan berupa harta benda, jiwa dan raga kaum muslimin.
Setelah merdeka, bebas dari kungkungan kaum penjajah, kaum muslimin secara bertahap mengisi kemerdekaan itu dengan pembangunan disegala bidang, pembangunan fisik material berupa perbaikan sarana transportasi, pertanian, perumahan dan perekonomian, sehingga pembangunan fisik material secara bertahap makin lama makin meningkat. Pembangunan bidang mental seperti meningkatkan pemahaman, penghayatan dan pengamalan ajaran agama, meningkatkan pendidikan, mengembangkan kehidupan dan sosial kemasyarakatan yang aman tertib dan rukun juga dilaksanakan.
Kaum muslimin selalu membangun dan mengisi kemerdekaan itu dengan menselaraskan pembangunan materiil dan spirituil dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang berdaulat, adil dan makmur. Kaum muslimin bersama segenap anggota bangsa Indonesia lainnya kini mengatur dan memerintah bangsanya sendiri. Pemerintahan dilaksanakan dengan cara yang demokratis. Keamanan, ketertiban dan kesejahteraan sosial terus diupayakan dan ditegakkan. Demikian juga persatuan dan kesatuan bangsa, sehingga terwujudlah negara yang aman, adil dan makmur dengan penuh limpahan rahmat dan ridha Allah SWT, sesuai dengan cita-cita kemerdekaan yang dituangkan dalam UUD 1945.
Peranan Organisasi Islam dalam Masa Pembangunan
Organisasi Islam yang sejak zaman penjajah selalu membina dan mendidik umat dengan berbagai ilmu pengetahuan dan mengembangkan semangat perjuangan menentang penjajah, maka setelah merdeka usaha itu pada dasarnya tetap terus dikembangkan dan ditingkatkan lebih baik. Sikap menentang penjajahan dialihkan dan diganti dengan sikap giat, semangat dan etos kerja untuk mencapai ketinggian ilmu pengetahuan dan tekhnologi dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup dan mengisi pembangunan bangsa.
Dalam rangka ikut serta meningkatkan pengetahuan, kecerdasan  dan kualitas masyarakat telah diupayakan melalui pendidikan pada jalur sekolah. Didirikanlah oleh organisasi-organisasi Islam berbagai lembaga pendidikan dari jenjang pendidikan dasar seperti SD, SMP, pendidikan menengah seperti SMA dan pendidikan tinggi seperti Universitas dan Institut yang tersebar diseluruh daerah. Diantara oragnisasi Islam yang giat dalam bidang pendidikan dan kemasyarakatan ialah Majelis Ulama Indonesia, Muhammadiyah, Nahdatul Ulama, Al-Washliyah, Al-Irsyad, Djamiat Khair, GUPPI, PUI, Al-Khairat, ICMI dan lain-lain.
Peranan Para Individu Muslim dalam Pembangunan
Organisasi Islam yang berperan dalam pembangunan Nasional bukan hanya mereka yang tergabung dalam organisasi. Banyak orang Islam secara pribadi baik sebagai dokter, dosen, pejabat negara, wakil rakyat di DPR, pengusaha, Cendikiawan, petani, guru, pengrajin, dan lain-lain mereka semuanya melakukan kegiatan dengan sungguh-sungguh sesuai dengan profesi dan keahliannya masing-masing. Tanpa terikat dengan organisasi keagamaan, mereka menyumbangkan dharma baktinya kepada nusa dan bangsa. Memang menjadi umat Islam tidak harus menjadi anggota organisasi atau partai Islam. Menurut Al Qur’an orang Islam yang baik adalah yang paling bertakwa, yang beriman kepada Allah dan beramal shaleh, dimanapun mereka berada.
Peranan Lembaga Pendidikan dalam Masa Pembanguna
Lembaga pendidikan Islam dalam kegiatannya lebih menekankan pembinaan, peningkatan ilmu pengetahuan dan kecerdasan masyarakat melalui pendidikan pada jalur sekolah dan luar sekolah.
Peningkatan ilmu pengetahuan dan peningkatan kualitas yang melalui jalur pendidikan sekolah biasanya terdiri dari pendidikan sekolah umum, seperti SD, SMP, SMA dan Perguruan Tinggi dan Madrasah seperti Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, Madrasah Aliyah dan perguruan tinggi agama seperti IAIN
Melalui pendidikan ini secara bertahap ilmu pengetahuan bertambah meningkat dan Sumber Daya Manusia lebih berkualitas. Dengan meningkatnya kualitas masyarakat maka hasil kerja masyarakatpun semakin meningkat. Dengan demikian meningkatnya hasil umat melalui jalur luar sekolah, antara lain dilaksanakan melalui pengajian, Taman Bacaan Al Qur’an, kursus-kursus ilmu keagamaan dan pembinaan di Masjid-Masjid.
Demikanlah betapa besar peranan kelembagaan pendidikan Islam dalam pembangunan pembangunan bangsa erat kaitannya dengan sumber daya manusianya sebagai pelaksana pembangunan itu sendiri.
Pembinaan manusia Indonesia seutuhnya dan bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Islam tidak bisa dipandang sebelah mata. Di setiap masa dalam kondisi perpolitikan bangsa ini, Islam selalu punya pengaruh yang besar. Sejak bangsa ini belum bernama Indonesia, yaitu era berdirinya kerajaan-kerajaan hingga saat ini, pengaruh perpolitikan bangsa kita tidak lepas dari pengaruh umat Islam.
Salah satu penyebabnya adalah karena umat Islam menjadi penduduk mayoritas bangsa ini. Selain itu, dalam ajaran Islam sangat dianjurkan agar penganutnya senantiasa memberikan kontribusi sebesar-besarnya bagi orang banyak, bangsa, bahkan dunia. Penguasaan wilayah politik menjadi sarana penting bagi umat Islam agar bisa memberikan kontribusi bagi bangsa ini. Pengaruh Islam terhadap perpolitikan nasional punya akar sejarah yang cukup panjang. Jauh sebelum penjajah kolonial bercokol di tanah air, sudah berdiri beberapa kerajaan Islam besar. Kejayaan kerajaan Islam di tanah air berlangsung antara abad ke-13 hingga abad ke-16 Masehi.
Peranan Islam dan umatnya tidak dapat dilepaskan terhadap pembangunan politik di Indonesia baik pada masa kolonial maupun masa kemerdekaan. Pada masa kolonial Islam harus berperang menghadapi ideologi kolonialisme sedangkan pada masa kemerdekaan Islam harus berhadapan dengan ideologi tertentu macam komunisme dengan segala intriknya.
Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa sejarah secara tegas menyatakan kalau pemimpin-pemimpin Islam punya andil besar terhadap perumusan NKRI. Baik itu mulai dari penanaman nilai-nilai nasionalisme hingga perumusan Undang-Undang Dasar Negara. Para pemimpin Islam terutama dari Serikat Islam pernah mengusulkan agar Indonesia berdiri di atas Daulah Islamiyah yang tertuang di dalam Piagam Jakarta. Namun, format tersebut hanya bertahan selama 57 hari karena adanya protes dari kaum umat beragama lainnya. Kemudian, pada tanggal 18 Agustus 1945, Indonesia menetapkan Pancasila sebagai filosofis negara.
Pemerintahan masa orde baru menetapkan Pancasila sebagai satu-satunya asas di dalam negara. Ideologi politik lainnya dipasung dan tidak boleh ditampilkan, termasuk ideologi politik Islam. Hal ini menyebabkan terjadinya kondisi depolitisasi politik di dalam perpolitikan Islam. Politik Islam terpecah menjadi dua kelompok. Kelompok pertama di sebut kaum skripturalis yang hidup dalam suasana depolitisasi dan konflik dengan pemerintah. Kelompok kedua adalah kaum subtansialis yang mendukung pemerintahan dan menginginkan agar Islam tidak terjun ke dunia politik.
Bulan Mei 1997 merupakan awal dari era reformasi. Saat itu rakyat Indonesia bersatu untuk menumbangkan rezim tirani Soeharto. Perjuangan reformasi tidak lepas dari peran para pemimpin Islam pada saat itu. Beberapa pemimpin Islam yang turut mendukung reformasi adalah KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur), ketua Nahdatul Ulama.
Muncul juga nama Nurcholis Majid (Cak Nur), cendikiawan yang lahir dari kalangan santri. Juga muncul Amin Rais dari kalangan Muhamadiyah. Bertahun-tahun reformasi bergulir, kiprah umat Islam dalam panggung politik pun semakin diperhitungkan. Umat Islam mulai kembali memunculkan dirinya tanpa malu dan takut lagi menggunakan label Islam. Perpolitikan Islam selama reformasi juga berhasil menjadikan Pancasila bukan lagi sebagai satu-satunya asas. Partai-partai politik juga boleh menggunakan asas Islam. Kemudian bermunculanlah berbagai partai politik dengan asas dan label Islam. Partai-partai politik yang berasaskan Islam, antara lain PKB, PKU, PNU, PBR, PKS, PKNU, dan lain-lain.
Organisasi-Organisasi Islam di Indonesia
Muhammadiyah
Muhammadiyah didirikan oleh Kiai Haji Ahmad Dahlan di Yogyakarta pada tanggal 18 November 1912. Asas perjuangannya ialah Islam dan kebangsaan Indonesia, sifatnya nonpolitik. Muhammadiyah bergerak di bidang keagamaan, pendidikan, dan social menuju kepada tercapainya kebahagiaan lahir batin.
Tujuan Muhammadiyah ialah sebagai berikut.
1) Memajukan pendidikan dan pengajaran berdasarkan agama Islam.
2) Mengembangkan pengetahuan ilmu agama dan cara-cara hidup menurut agama Islam.
Untuk mencapai tujuan tersebut, usaha yang dilakukan oleh Muhammadiyah adalah sebagai berikut:
1)   Mendirikan sekolah-sekolah yang berdasarkan agama Islam ( dari TK sampai dengan perguruan tinggi).
2)      Mendirikan poliklinik-poliklinik, rumah sakit, rumah yatim, dan masjid
3)      Menyelenggarakan kegiatan-kegiatan keagamaan.
Muhammadiyah berusaha untuk mengembalikan ajaran Islam sesuai dengan Al-Qur'an dan Hadis. Itulah sebabnya penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran agama Islam secara modern dan memperteguh keyakinan tentang agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenarnya. Kegiatan Muhammadiyah juga telah memperhatikan pendidikan wanita yang dinamakan Aisyiah, sedangkan untuk kepanduan disebut Hizbut Wathon ( HW ).
Muhammadiyah sebagai gerakan islam modernis sejak awal kelahirannya telah memilih jalan pergerakan di wilayah social-keagamaan yang memusatkan perhatian pada cita-cita pembentukan masyarakat (masyarakat islam atau masyarakat utama) ketimbang bergerak di lapangan politik dengan melibatkan diri dalam kancah perjuangan politik-protaktis (riel politics) yang memperebutkan kekuasaan dalam pemerintahan dan lebih jauh lagi mencita-citakan pembentukan sistem Negara. Dengan orientasi gerakan social-keagamaan itu Muhammadiyah berhasil melakukan transformasi social ke berbagai struktur dan proses kehidupan masyarakat secara langsung, operasional, dan relative dapat diterima oleh banyak kalangan masyarakat. Melalui peranannya ini, di belakang hari Muhammadiyah telah menghadirkan ideology gerakan islam yang bercorak cultural dan bersifat modern yang melakukan perubahan-perubahan social dari kehidupan yang bercorak agraris-pedesaan keindustrial-perkotaan yang waktu itu merupakan fenomena baru dalam gerakan islam pada awal abad ke-20.
Dapat diakui saat ini bahwa persyarikatan Muhammadiyah adalah suatu organisasi social kemasyarakatan islam modern yang terbesar di seluruh dunia islam. Di samping itu juga tidak dapat di sangkal bahwa keberhasilan kiprah amaliah Muhammadiyah di bidang pendidikan dan pelayanan social kepada masyarakat sangat besar, dengan kata lain Muhammadiyah merupakan organisasi yang luar biasa. Dalam usianya yang lebih dari 80 tahun, Muhammadiyah telah memiliki lebih dari 13.000 sekolah dari jenjang pendidikan TK, SD, SLTP sampai ke SMU, juga Madrasah Diniyah dan Madrasah Muallimin/Muallimat serta pondok pesantren. Belum terhitung lebih dari 60 perguruan tinggi dan akademik tersebar di seeluruh nusantara.
Dalam bidang pelayanan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat, Muhammadiyah telah memiliki lebih dari 400 unit usaha yang berupa rumah sakit umum, poliklinik, BKIA, panti asuhan dan yatim piatu, dan pos santunan social serta lebih dari 3000 mesjid. Hal lain yang perlu dicatat adalah bahwa prestasi Muhammadiyah yang gemilang itu dicapai melalui pendekatan terbuka, ramah, dan bersahabat dengan semua pihak, dan menempuh jalan yang dibenarkan oleh undang-undang yang berlaku serta tidak bersikap tertutup dan ekslusif. Salah satu kunci utama dari keberhasilan Muhammadiyah adalah sikapnya yang steady dan konsisten dengan maksud pendirian persyarikatan.
Muhammadiyah pada masa orde baru itu telah mengikrarkan diri untuk tidak mengulangi kesalahan politik yang sama seperti yang dilakukan pada masa Orde Lama dengan terlibat dalam Masyumi selama lebih dari sepuluh tahun. Melalui Tanwir Ponorogo dan Muktamar ke-38 di Ujung Pandang pada 1971, organisasi ini menegaskan pendirian politiknya bahwa Muhammadiyah tidak berafiliasi dan bukan merupakan bagian dari partai politik tertentu. Sejak itulah Muhammadiyah dari tingkat pusat hingga ranting, memberikan keleluasaan kepada anggotanya secara individu untuk menyalurkan aspirasi politik kepada partai politik yang ada sepanjang tidak menyimpang dari garis perjuangan Muhammadiyah.
Nahdhatul Ulama (NU)
            Pada mulanya NU merupakan organisasi social keagamaan dari kelompok islam tradisionalis. NU didirikan di Surabaya pada tanggal 31 Januari 1926. Pendirian NU ini sebagai usaha menahan perkembangan paham pembaharu islam di Indonesia. Pada waktu itu paham pembaharuan masuk ke Indonesia yang di bawa oleh para jama’ah haji yang pulang ke Indonesia. Seruan yang dikumandangkan adalah perlunya kembali kepada Al-qur’an dan hadits nabi sebagai sumber utama ajaran Islam. Masih terbukanya pintu ijtihad dan melarang praktik-praktik yang tidak sesuai dengan islam berupa bid’ah dan khurafat.
            Dengan tumbuhnya paham pembaharuan islam ini, kelompok islam tradisionalis berusaha menjaga paham yang selama ini dilaksanakan dengan membentuk organisasi, yang dinamakan Nahdhatul Ulama (kebangkitan ulama). Organisasi ini didirikan dimaksudkan juga dalam rangka mempertahankan ajaran-ajaran 4 mazhab ( Hambali, Hanafi, Syafi’I, dan Mhaliki ), terutama mazhab Syafi’i. Pendiri NU adalah KH. Hasyim As’ary, dan KH. Wachab Hasbullah.
            NU pada masa pergerakan terus berkembang dan tetap menjadi organisasi social keagamaan dan pendidikan. Sebagai pusat dari pergerakan organisasi ini adalah pesantren-pesantren dengan Kyai sebagai ujung tombaknya. Meskipun bergerak dalam bidang social keagamaan dan pendidikan, NU juga pernah bergabung dalam GAPI dan menyerukan jihad untuk melawan penjajahan.
 Ketika Indonesia merdeka, NU merupakan salah satu pilar partai politik Masyumi. Bersama-sama dengan Muhammadiyah, organisasi Islam pembaharu, NU mendirikanpartaipolitik Masyumi. Partai ini dimaksudkan sebagai satu-satunya partai Islam di Indonesia sebagai alat perjuangan dan aspirasi umat Islam Indonesia. Namun dalam perkembangan kemudian, karena ada salah paham dan pandangan yang berbeda denagan unsure-unsur dalam tubuh Masyumi. Dalam Muktamar yang diselenggarakan di Palembang tahun 1952, NU menyatakan sebagai partai politik yang berdiri sendiri dan tidak lagi menjadi bagian dari Masyumi.
Dengan keluarnya NU dari Masyumi maka orang Masyumi yang duduk dalam cabinet dari unsure Nu tidak lagi atas nama partai Masyumi tetapi atas nama partai NU. Dengan demikian karena NU memiliki massa yang banyak, terutama di Jawa Timur dan Jawa Tengah, kekuatan NU menjadi sangat menentukan dalam setiap menyusun cabinet. Oleh karena itu, setiap penyusunan cabinet NU selalu menjadi partai politik yang harus dilibatkan dalam koaliisi pembentukan cabinet. Dengan kata lain, NU merupakan unsur dalam koalisi pembentukan cabinet. Dalam konteks itu maka bagi siapa saja, baik itu kalangan nasionalis (PNI) atau Masyumi harus mengajak NU dalam koalisi membentuk cabinet.
  
Hubungan Muhammadiyah dan Nahdhatul Ulama
Nahdatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah adalah dua organisasi “terbesar” di Indonesia. Kata “terbesar”sengaja diberi tanda kutip karena awalan “ter” seharusnya menunjuk pada satu objek, bahkan dua. Keduanya disebut “terbesar” untuk menunjukkan betapa sulitnya menentukan mana yang satu di antara keduanya yang lebih besar. Masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan yang tidak bisa di ukur secara matematis.
Satu hal yang tidak bisa dimungkiri bahwa jika NU memiliki puluhan atau bahkan ratusan pesantren maka muhammadiyah memiliki lembaga pendidikan dari TK hingga perguruan tinggi yang kurang lebih sama jumlahnya. Jika tokoh-tokoh NU memiliki puluhan LSM, Muhammadiyah pun memiliki lembaga-lembaga sosial yang tidak kalah, baik secara kualitas maupun kuantitas, dengan LSM NU. Alhasil, NU dan Muhammadiyah adalah dua aset bangsa yang tak ternilai harganya. Mengingat begitu signifikannya peran kedua organisasi ini, banyak kalangan berpendapat, jika di antara keduanya tidak ada masalah maka selesailah, minimal setengah dari persoalan bangsa ini. 
Sebaliknya, jika keduanya bertikai maka akan runyamlah nasib bangsa ini. Karenanya program mendamaikan dan atau mempertemukan keduanya terasa begitu urgen. Namun, sejauh mana upaya ini mungkin di lakukan akan sangat tergantung pada 2 faktor, pertama menyangkut latar belakang kelahiran kedua organisasi ini yang secara langsung terkait dengan paham keagaman yang diyakini dan diinterpretasikan oleh keduanya. Kedua, watak politik antara keduanya yang juga sedikit banyak dipengaruhi paham keagaman yang diyakini dan diinterpretasikan oleh keduanya.   
 
Penutup (Kesimpulan)
Agama tidak hanya mendukung pembangunan, pengembangan dan kemajuan di berbagai bidang, tetapi ia pun menuntut setiap hari yang dilalui umat manusia lebih baik dari hari sebelumnya. Hanya saja, pembangunan dan kemajuan ini harus berlangsung dalam kerangka prinsip, batasan, dan hukum Islam. Karena pada dasarnya, kesejahteraan hakiki manusia di dunia ini, selain juga kesejahteraan di akheratnya, bisa diperoleh hanya dengan jalan ini. Jika tidak demikian, bukankah kerusakan dan kejahatan yang kian merajalela saat ini, baik yang bersifat kejiwaan, moral, ataupun pemikiran di Barat sekarang ini, dengan segenap pembangunan dan kemajuan yang mereka capai, adalah hal yang tidak bisa ditutup-tutupi.
Dalam kondisi bangsa yang sangat memprihatinkan sekarang, sudah waktunya umat Islam untuk terjun dalam perjuangan politik yang lebih serius. Umat islam tidak boleh lagi bermain di wilayah pinggiran sejarah. Umat Islam harus menyiapkan diri untuk memunculkan pemimpin-pemimpin yang handal, cerdas, berahklak mulia, profesional, dan punya integritas diri yang tangguh.
Umat Islam di Indonesia diharapkan tidak lagi termarginalisasi dalam panggung politik. Politik Islam harus mampu merepresentasikan idealismenya sebagai rahmatan lil alamin dan dapat memberikan kontribusi yang besar bagi bangsa ini.
Peranan Umat Islam pada Masa Pembangunan
Dalam upaya mempertahankan kemerdekaan RI, umat Islam mayoritas penduduk, tampil dibarisan terdepan dalam perjuangan, baik perjuangan politik maupun perjuangan diplomasi. 
Peranan organisasi Islam dalam masa Pembangunan.Peranan Muhammadiah dalam pembangunan antara lain:
-Melakukan usaha-usaha agar masyarakat Indonesia berilmu pengetahuantinggi, berbudi luhur dan bertaqwa kepada Tuhan YME
-Melakukan usaha-usaha dibidang kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.
 NU, yang pernah berkifrah dibidang politik dalam perkembangan selanjutnya NU bergerak dibidang agama, sosial dan kemasyaraktan.
Usaha-usaha NU antara lain:
-Mendirikan madrasah-madrasah-Mendirikan, mengelola, dan mengembangkan pesantren-pesantren
-Membantu dan mengurusi anak-anak yatim dan fakir miskin
MUI adalah organisasi keilmuan yang bersifat independen tidak beraviliasi kepada salahsatu aliran politk, mazhab atau aliran keagamaan Islam yang ada di Indonesia.
Adapun peranan MUI pada masa pembangunan adalah :
-Memberikan fatwa dan nasihat keagamaan dalam masalah sosialkemasyarakatan kepada pemerintah dan umat Islam di Indonesia pada umumnya,sebagai amar ma’ruf nahyi munkar dalam usaha meningkatkan ketahanan sosial.
-Memperkuat ukhuah Islamiyah dan melaksanakan kerukunan antar umat beragama dalam mewujudkan persataun dan kesatuan nasional.
-MUI adalah penghubung antara ulama dan umara serta menjadi penerjemahtimbal balik antara pemerintah dan umat Islam Indonesi guna menyukseskan pembangunan nasional.Pada masa pembangunan ini terdapat pula organisasi Islam yang menampung pada cendekia muslim yang di sebut ICMI. ICMI lahir pada Desember 1990 dan berkifrah pada hampir semua aspek kehidupan bangsa.
Peranan Lembaga Pendidikan dalam Pembangunan.Lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia ada yang didirikan dan dikelola langsung oleh pemerintah Depag seperti: MIN, MTsN, MAN, IAIN.Sealin itu, adapaula lemabaga-lembaga pendidikan Islam yang dikelola oleh swasta,tapi dibawah pengawasan serta pembinaan Depag, seperti: Bustanul Athfal, MI, MTs,MA dan perguruan tinggi lainnya.
Peranan kelembagaan Islam dalam pembangunan antara lain:
-Melakukan usaha-usaha agar masyarakt Indonesia bertaqwa kepada tuhanYME
-Menumbuhkan kesadaran berbangsa dan bernegara-Memupuk persataun dan kesatuan umat-Mencerdaskan bangsa Indonesia-Mengadakan pembinaan mental spiritual.