”Pendidikan Agama Islam Pada Masa Pembangunan”
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah
puji syukur kehadirat Allah Subhanahuwata’ala, karena berkat limpahan
rahmat dan karunia-Nya yang diberikan kepada penulis sehingga penulis
dapat menyelesaikan tugas berupa makalah, pada mata kuliah Sejarah
Pendidikan Islam yang membahas tentang Pendidikan Islam pada Masa
Pembangunan.
Penulis
menyadari di dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan baik
itu di dalam penyusunan ataupun di dalam penulisannya, oleh karena itu
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca agar
penulis dapat mengetahui dimana letak kelemahan penulis sehingga pada
penyusunan tugas yang selanjutnya penulis akan berusaha untuk
memperbaiki kesalahan yang telah penulis lakukan di dalam penyusunan
makalah ini.
Penulis
mengharapkan dengan disusunnya makalah tentang pendidikan agama Islam
pada masa pembangunan ini akan dapat menambah pengetahuan dan juga
mendorong semangat di dalam mempelajari Sejarah Pendidikan Islam, tidak
hanya bagi penulis tetapi juga bagi siapa saja yang membaca makalah ini.
Metro, Juni 2011
Penulis
Kelompok 7
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL....................................................................................... i
KATA PENGANTAR..................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................... iii
BAB I. PENDAHLUAN................................................................................. 1
BAB II. PAMBAHASAN............................................................................... 2
A. Penyajian Data Sejarah ................................................................. 2
B. Analisis Fakta Sejarah .................................................................... 13
BAB III. PENUTUP ....................................................................................... 14
A. Kesimpulan .................................................................................... 14
B. Saran .............................................................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Sejarah Pendidikan Islam memang sudah menjadi suatu bentuk pengetahuan yang sudah selayaknya
setiap muslim mengetahuinya, karena dengan mempelajari bagaimana
perkembangan pendidikan Islam itulah seseorang akan dapat mendapatkan
pelajaran yang berharga serta dapat membandingkan antara pendidikan
dahulu dengan yang ada pada saat ini.
Membicarakan
pendidikan Islam memang merupakan sebuah pembicaraan yang menarik,
sehinggamenjadi sebuah kebutuhan tersednri bagi setiap umat muslim,
karena dengan hal tersebut diharapkan pendidikan Islam akan semakin
dapat mempertahankan hal-hal yang diajarkan oleh Rasulullah
shalallahu’alaihi wa sallam, serta tidak tertinggal dengan kemajuan
teknologi pada saat ini.
Di
negara Indonesia juga sudah tercatat mengenai bagaimana pendidikan
Islam masuk serta berkembang yang hal tersebut melalui beberapa
tahapan-tahapan yang telah ditempuh oleh pendahulu-pendaulu umat Islam
di Indonesia ini, hingga pada saat ini Negara Indonesia merupakan engara
yagn sebagian besarnya adalah Muslim.
Sejarah
pendidikan Islam di Indonesia sangatlah luas, sehingga penulis pada
kesempatan ini akan membahas saatu dari beberapa pembahasan mengenai
sejarah pendidikan Islam di Indonesia, yakni mengenai Pendidikan Islam
pada masa Pembangunan atau Orde baru, sehingga fokus pembahasan pada
makalah ini adalah berkisar mengenai kebijakan pemerintah pada masa
tersebut mengenai pendidikan Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Penyajian Data Sejarah
Kebijakan-kebijakan
pemerintah, mulai dari pemerintahan kolonial, awal, dan pasca
kemerdekaan hingga masuknya Orde Baru terkesan meng-"anaktirikan",
mengisolasi bahkan hampir saja menghapuskan sistem pendidikan Islam
Hanna karena alasan "Indonesia bukanlah negara Islam". Namun berkat
semangat juang yang tinggi dari tokoh-tokoh pendidikan Islam, akhirnya
berbagai kebijakan tersebut mampu "diredam" untuk sebuah tujuan ideal,
yaitu "menciptakan manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia ..." seperti tercantum dalam UU SISDIKNAS No.
20 Tahun 2003. Dengan demikian, sebenarnya banyak faktor yang
mempengaruhi kebijakan-kebijakan pemerintah terhadap pendidikan Islam,
baik dari aspek sosiopolitik maupun aspek religius.
Secara
operasional, kata kebijakan berasal dari kata "bijak" yang berarti
rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana
dalam pelaksanaan suatu pekerjaan kepemimpinan, dan cara bertindak
pemerintah, organisasi dan sebagainya.' Sedangkan Orde Baru merupakan
suatu pemerintahan dan sebagainya; peraturan pemerintah; susunan
angkatan sejak tanggal 11 Maret 1966.2 Selanjutnya rentang waktu sistem
pemerintahan RI sejak lahirnya SUPERSEMAR sampai lengsernya Soeharto
dari jabatan presiden RI tanggal 20 Mei 1998 yang merupakan awal masa
reformasi di Indonesia, penulis jadikan sebagai batasan pembahasan dalam
penyajian tulisan ini. Di samping itu, tulisan ini juga berupaya
mendeskripsikan berbagai kebijakan pem.erintah era Orde Baru terutama
yang ada kaitannya dengan pendidikan Islam.
1. Menjembatani Dualisme Pendidikan
Diakui
bahwa kebijakan pemerintah Orde Baru mengenai pendidikan Islam-dalam
konteks madrasah-di Indonesia bersifat positif dan konstruktif,
khususnya dalam dua dekade terakhir 1980-an sampai dengan 1990-an. Pada
masa pemerintah Orde Baru, lembaga pendidikan (madrasah) dikembangkan
dalam rangka pemerataan kesempatan dan peningkatan mutu pendidikan.
Pada
awal-awal masa pemerintahan Orde Baru, kebijakan tentang madrasah
bersifat melanjutkan dan meningkatkan kebijakan Orde Lama. Pada tahap
ini madrasah belum dipandang sebagai bagian dari sistem pendidikan
nasional, tetapi baru bersifat lembaga pendidikan otonom di bawah
pengawasan Menteri Agama. Hal ini disebabkan pendidikan madrasah belum
didominasi oleh muatan-muatan agama, menggunakan kurikulum yang belum
terstandar, memiliki struktur yang tidak seragam, dan kurang
terpantaunya manajemen madrasah oleh pemerintah.
Menghadapi
kenyataan tersebut di atas, langkah pertama dalam melakukan pembaruan
ini adalah dikeluarkannya Kebijakan Menteri Agama Tahun 1967 sebagai
respons terhadap TAP MPRS No. XXVII Tahun 19663 dengan melakukan
formalisasi dan strukturisasi madrasah. Formalisasi ditempuh dengan
menegerikan sejumlah madrasah dengan kriteria tertentu yang diatur oleh
pemerintah di samping mendirikan madrasahmadrasah yang baru.
Sedangkan
strukturisasi dilakukan dengan mengatur perjenjangan dan perumusan
kurikulum sekolah-sekolah yang berada di bawah Depdikbud 5 Salah satunya
seperti tercantum pada Pasal 1 TAP MPRS No. XXVII Tahun 1966
"menetapkan pendidikan agama menjadi mata pelajaran di sekolah-sekolah
mulai dari sekolah dasar sampai ke universitas-universitas negeri.
Dari
uraian di atas dipahami bahwa upaya melakukan formalisasi dan
strukturisasi madrasah merupakan agenda awal pemerintah (Menteri Agama)
pada masa Orde Baru. Proses penegerian sejumlah madrasah swasta
tampaknya didorong oleh animo masyarakat yang cukup tinggi, yang pada
satu sisi ingin mendalami ajaran Islam itu sendiri, namun di sisi lain
berkeinginan untuk sejajar dengan sekolah-sekolah umum yang sudah
berstatus negeri, sehingga dengan demikian output lembaga madrasah juga
dapat memiliki peluang dan kesempata:. untuk duduk dan memegang jabatan
pada instansi-instansi yang ada. Sementara upaya strukturisasi kurikulum
dengan memasukkan mata pelajaran pendidikan agama ke sekolah-sekolah
mulai dari jenjang pendidikan dasar hingga perguruan tinggi tampaknya
didorong oleh keinginan melahirkan output yang tidak "hampa" dari
nilai-nilai religius. Agaknya hal ini merupakan salah satu faktor yang
memengaruhi berbagai kebijakan pemerintah terhadap pendidikan Islam di
Nusantara.
Seiring
dengan struktur madrasah yang semakin lengkap, pada tanggal 10 sampai
20 Agustus 1970 telah diadakan pertemuan di Cobogo, Bogor dalam rangka
penyusunan kurikulum madrasah dalam semua tingkatan secara nasional.
Langkah ini merupakan salah satu kontribusi pemerintah Orde Baru dalam
mendekatkan hubungan madrasah dengan sekolah. Otonomi yang diberikan
kementerian agama untuk mengelola madrasah terus dibarengi dengan
kebijakan yang mengarah kepada penyempurnaan sistem pendidikan nasional.
Langkah ini menjadi agenda penting pada masa awal-awal pemerintahan
Orde Baru.
Dalam
dekade 1970-an madrasah terns dikembangkan untuk memperkuat
keberadaannya, namun di awal-awal tahun 1970-an, justru kebijakan
pemerintah terkesan berupaya untuk mengisolasi madrasah dari bagian
sistem pendidikan nasional. Hal ini terlihat dengan langkah yang
ditempuh pemerintah dengan mengeluarkan suatu kebijakan berupa Keputusan
Presiden (Kepres) Nomor 34 Tanggal 18 April Tahun 1972 tentang
"Tanggung Jawab Fungsional Pendidikan dan Latihan". Isi keputusan ini
pada intinya mencakup tiga hal:
1. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan bertugas dan bertanggung jawab atas pembinaan pendidikan umum dan kejuruan.
2. Menteri
Tenaga Kerja bertugas dan bertanggung jawab atas pembinaan clan latihan
keahlian clan kejuruan tenaga kerja akan pegawai negeri.
3. Ketua
Lembaga Administrasi Negara bertugas clan bertanggung jawab atas
pembinaan pendidikan dan latihan khusus untuk pegawai negeri?
Selanjutnya,
Kepres Nomor 34 Tahun 1972 ini dipertegas oleh Inpres Nomor 15 Tahun
1974 yang mengatur operasionalnya. Dalam TAP MPRS Nomor XVII Tahun 1966
dijelaskan "agama merupakan salah satu unsur mutlak dalam pencapaian
tujuan nasional. Persoalan keagamaan dikelola oleh Departemen Agama,
sedangkan madrasah dalam TAP MPRS Nomor 2 Tahun 1960 adalah lembaga
pendidikan otonom di bawah pengawasan Menteri Agama" e Dari ketentuan
ini, Departemen Agama menyelenggarakan pendidikan madrasah tidak saja
bersifat keagamaan dan umum, tetapi juga bersifat kejuruan. Dengan
Keputusan Presiden No. 34 Tahun 1972 clan Inpres No. 15 Tahun 1974,
penyelenggaraan pendidikan umum dan kejuruan sepenuhnya berada di bawah
tanggung jawab Mendikbud. Secara implisit ketentuan ini mengharuskan
diserahkannya penyelenggaraan pendidikan madrasah yang sudah menggunakan
kurikulum nasional kepada Depdikbud.
Dua
kebijakan pemerintah di atas, menggambarkan ketegangan yang cukup kuat
antara madrasah dengan pendidikan umum (sekolah). Dalam konteks ini,
tampaknya madrasah tidak hanya diisolasi dari sistem pendidikan
nasional, tetapi terdapat indikasi kuat untuk dihapuskan. Meskipun sudah
adanya usaha penegerian madrasah dan penyusunan kurikulum 1973,
tampaknya usaha itu tidak cukup sebagai alasan untuk mengakui madrasah
sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional
Kebijakan
yang dinilai tidak menguntungkan umat Islam, menimbulkan respons yang
berdatangan dari ulama dan madrasah swasta. Respons ini ditunjukan
antara lain oleh musyawarah kerja Majelis Pertimbangan Pendidikan dan
Pengajaran Agama (MP3A);. Dalam musyawarah ini terdapat kesepakatan
untuk meyakinkan pemerintah bahwa madrasah adalah lembaga pendidikan
yang memberikan sumbangan yang cukup berarti dalam proses pembangunan.
Di samping itu, dalam pengelolaan madrasah, MP3A berpendapat yang paling
tepat diserahi tanggung jawab itu adalah Depag, sebab Menteri Agamalah
yang lebih tahu konstelasi pendidikan Islam, butane Mendikbud atau
menteri-menteri lain.
Melihat
aspirasi umat Islam di atas yang keberatan atas kebijakan yang
dikeluarkan pemerintah, maka pemerintah pun secara aktif menyikapi
tuntutan umat Islam tersebut, sehingga pada tanggal 26 November 1974
diadakan sidang kabinet terbatas yang salah satu hasilnya adalah
kesepakatan yang dikeluarkan oleh tiga menteri (Kementerian Agama,
Kementerian Pendidikan clan Kebudayaan, clan Kementerian Dalam Negeri)
yang dikenal dengan "SKB Tiga Mentor" tahun 1975." Kesepakatan tiga
menteri itu mengenai "peningkatan mutu pendidikan madrasah".
Secara
umum SKB Tiga Menteri tersebut memuat beberapa ketentuan yang meliputi
kelembagaan, kurikulum dan pengajaran. Dalam keputusan bersama ini yang
dimaksud dengan madrasah adalah lembaga pendidikan yang menjadikan mata
pelajaran agama Islam sebagai mata pelajaran dasar yang diberikan
sekurang-kurangnya 30% di samping mata pelajaran umum.
Hanun
Asrohah menjelaskan bahwa untuk merealisir SKB tersebut, Departemen
Agama melalui penertiban, penyeragaman, dan penyamaan perjenjangan pada
madrasah-madrasah dengan langkah-langkah:'"
a. Menciutkan jumlah PGAN dan mengubah status sebagian besar PGAN tersebut menjadi Madrasah Tsanawiyah atau Aliyah Negeri
b. Mengubah status Sekolah Persiapan IAIN, menjadi Madrasah Aliyah Negeri.
c. PGA-PGA yang diselenggarakan oleh pihak swasta, juga barns Dubai statusnya menjadi Madrasah Tsanawiyah atau Madrasah Aliyah.
Sejumlah
keputusan yang memperkuat posisi madrasah lebih ditegaskan lagi
sehingga menunjukkan kesetaraan madrasah dengan sekolah. Di antara
beberapa pasal yang cukup strategis antara lain pertama, dalam Bab I
Pasal 1 ayat 2 berbunyi: madrasah itu meliputi tiga tingkatan, a)
Madrasah Ibtidaiyah setingkat dengan Sekolah Dasar; b) Madrasah
Tsanawiyah setingkat dengan Sekolah' Menengah Pertama; dan c) Madrasah
Aliyah setingkat dengan Sekolah Menengah Atas. Kemudian dalam
peningkatan mutu pendidikan, "pada madrasah diupayakan tingkat mata
pelajaran umumnya mencapai tingkat yang sama dengan mata pelajaran umum
di sekolah. Hal ini memberi pengaruh kepada pengakuan ijazah, lulusan
clan status siswa madrasah. Kedua, dalam Bab II Pasal 2 disebutkan
bahwa: a) ijazah madrasah dapat mempunyai nilai yang sama dengan ijazah
sekolah umum yang setingkat; b) lulusan madrasah dapat melanjutkan ke
sekolah umum setingkat lebih atas; dan c) siswa madrasah dapat pindah ke
sekolah umum yang setingkat.
Dalam
pengelolaan dan pembinaan pendidikan, Depag telah mempunyai suatu
otoritas dalam mengelola dan membina madrasah sebagai salah satu lembaga
pendidikan. Kenyataan ini terlihat dalam Bab IV Pasal 4 sebagai
berikut: pertama, pengelolaan madrasah dilakukan oleh Menteri Agama,
Kedua, pembinaan mata pelajaran agama pada madrasah dilakukan oleh
Menteri Agama, Ketiga, pembinaan dan pengawasan untuk mata pelajaran
umum pada madrasah dilakukan oleh Mendikbud bersama-sama dengan Menteri
Agama dan Menteri Dalam Negeri.'s
Dari
beberapa pasal yang dimuat dalam SKB Tiga Menteri tersebut, terlihat
adanya keinginan dan upaya pemerintah untuk mengakui eksistensi madrasah
sekaligus dalam meningkatkan mutunya. Dengan SKB tersebut madrasah
memiliki definisinya yang semakin jelas sebagai pendidikan yang setara
dengan sekolah walaupun keduanya dikelola oleh instansi yang berbeda.
Kondisi ini menjadikan madrasah tidak lagi hanya dianggap sebagai
lembaga pendidikan keagamaan, melainkan sudah merupakan lembaga
pendidikan yang menjadikan mata pelajaran agama Islam sebagai mata
pelajaran dasar yang sekurang-kurangnya 30%, di samping mata pelajaran
umum.
Sekalipun
persentase mata pelajaran agama Islam sesuai SKB itu minimal 30%, namun
semangatnya tetap 100%. Maksudnya adalah mata pelajaran agama tetap
diberikan 100% di MA, hanya saja waktu yang disediakan untuk menyajikan
mata pelajaran agama tersebut 30% dari keseluruhan waktu/jam pelajaran
yang ada di MA. 16
2. Restrukturisasi Kurikulum Madrasah Dan Mengatasi Kelangkaan Uiama
Setelah
SKB Tiga Menteri, usaha pengembangan madrasah selanjutnya adalah
dikeluarkannya SKB Menteri P&K Nomor 299/u/1984 dengan Menteri Agama
Nomor 45 Tahun 1984, tentang Pengaturan Pembakuan Kurikulum Sekolah
Umum dan Kurikulum Madrasah yang isinya antara lain adalah mengizinkan
kepada lulusan madrasah untuk melanjutkan ke sekolah-sekolah umum yang
lebih tinggi." SKB 2 Menteri dijiwai oleh TAP MPR No. II/TAP/MPR/ 1983
tentang Perlunya Penyesuaian Sistem Pendidikan sejalan dengan daya
kebutuhan pembangunan di segala bidang, antara lain dilakukan melalui
perbaikan kurikulum sebagai salah satu di antara berbagai upaya
perbaikan penyelenggaraan pendidikan di sekolah umum dan madrasah.
Dalam
keputusan itu terjadi perubahan berupa perbaikan dan penyempurnaan
kurikulum sekolah umum clan madrasah. Perubahan tersebut tertuang dalam
KMA No. 99 Tahun 1984 untuk tingkat MI, KMA Nomor 100 untuk tingkat MTs,
clan KMA Nomor 101 untuk tingkat PGAN.19 Keempat KMA tersebut merupakan
upaya untuk memperbaiki kurikulum madrasah agar lebih efektif clan
efisien aatara lain dalam hal: a) mengorganisasikan program pengajaran
(tingkat madrasah); b) untuk membentuk manusia memiliki ketakwaan kepada
Tuhan Yang Maha Esa serta keharmonisan sesama manusia dan
lingkungannya; c) mengefektifkan proses belajar mengajar; dan d)
mengoptimalkan waktu belajar.
Upaya
dalam pengaturan dan pembaruan kurikulum madrasah dikembangkan dengan
menyusun kurikulum sesuai dengan konsensus yang ditetapkan. Khusus untuk
MA, waktu untuk setiap mata pelajaran berlangsung 45 menit dan memakai
semester. Sementara itu, jenis program pendidikan dalam kurikulum
madrasah terdiri dari program inti clan program pilihan. Pengembangan
kedua program kurikulum ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu: a)
pendidikan agama, terdiri dari: Al-Quran Hadis, Akidah Akhlak, Fikih,
SKI, clan Bahasa Arab; dan b) pendidikan dasar umum yang terdiri dari:
PMP, PSPB, Bahasa dan Sastra Indonesia, Sejarah Nasional Indonesia,
Pengetahuan Sosial, Sains, Olahraga dan Kesehatan, Matematika,
Pendidikan Seni, Pendidikan Keterampilan, Bahasa Inggris (MTs clan MA),
Ekonomi (MA), Geografi (MA), Biologi (MA), Fisika (MA) dan Kimia (MA)."
Sebagai esensi dari pembakuan kurikulum sekolah umum dan madrasah ini memuat antara lain:
a. Kurikulum sekolah umum dan madrasah terdiri dari program inti dan program pilihan.
b. Program
inti dalam rangka memenuhi tujuan pendidikan sekolah umum dan madrasah,
dan program inti sekolah umum clan madrasah secara kualitatif sama.
c. Program
khusus (pilihan) diadakan untuk memberikan bekal kemampuan siswa yang
akan melanjutkan ke perguruan tinggi bagi Sekolah Menengah Atas/Madrasah
Aliyah.
d. Pengaturan
pelaksanaan kurikulum sekolah umum dan madrasah mengenai sistem kredit
semester, bimbingan karier, ketuntasan belajar, clan sistem penilaian
adalah sama.
e. Hal-hal
yang berhubungan dengan tenaga guru dan sarana pendidikan dalam rangka
keberhasilan pelaksanaan kurikulum akan diatur bersama oleh kedua
departemen yang bersangkutan.
Dengan
demikian, kurikulum 1984 tersebut pada hakikatnya mengacu kepada SKB 3
Menteri dan SKB 2 Menteri, baik dalam program, tujuan maupun bahan
kajian dan pelajarannya. Di antara rumusan kurikulum 1984 memuat hal
strategis sebagai berikut:
a. Program
kegiatan kurikulum madrasah (MI, MTs dan MA) tahun 1984 dilakukan
melalui kegiatan interen kurikuler, kokurikuler dan ekstrakurikuler,
baik dalam program inti maupun program pilihan.
b. Proses belajar mengajar dilaksanakan dengan memerhatikan keserasian antara cara seseorang belajar dengan apa yang dipelajarinya.
c. Penilaian
dilakukan secara berkesinambungan dan menyeluruh untuk peningkatan
proses dan hasil belajar, serta pengelolaan program.
Selanjutnya,
penilaian akan menurunnya tingkat penguasaan ilmu-ilmu keagamaan
lulusan rnadrasah ala SKB 3 Menteri direspons pemerintah dengan
mendirikan MAPK.z3 Kelahiran MAPK yang dirintis oleh H. Munawir
Sjadzali, MA (ketika ia menjabat sebagai Menteri Agama RI) menurut Ali
Hasan dan Mukti A1i24 dilatarbelakangi oleh kebutuhan akan tenaga ahli
di bidang agama Islam (ulama) sesuai dengan tuntutan pembangunan
nasional, sehingga kondisi itu perlu dilakukan upaya peningkatan mutu
pendidikan pada MA.
Sejak
dikeluarkannya SKB 3 Menteri yang dilanjutkan dengan SKB 2 Menteri,
secara formal madrasah sudah menjadi sekolah umum yang menjadikan agama
sebagai ciri khas kelembagaannya. Kebijakan pemerintah dalam 2 SKB di
atas menimbulkan dilema baru bagi madrasah. Di satu pihak materi
pengetahuan umum bagi madrasah secara kuantitas dan kualitas mengalami
peningkatan, tetapi di pihak lain penguasaan murid terhadap ilmu
pengetahuan agama menjadi "serba tanggung", sehingga untuk mencetak
ulama dari madrasah merupakan suatu hal yang terlalu riskan.
Menyadari
kondisi itu, pemerintah berusaha mengadakan terobosanterobosan,
sehingga muncul keinginan pemerintah untuk mendirikan MA bersifat khusus
yang kemudian dikenal dengan nama Madrasah Aliyah Program Khusus (MAPK)
yang didasarkan pada Keputusan Menteri Agama No. 73 Tahun 1987.25 Pada
MAPK ini dititikberatkan pada pengembangan dan pendalaman ilmu-ilmu
keagamaan dengan tidak mengenyampingkan ilmu umum sebagai usaha
pengembangan wawasan.zs
Untuk
itu, Pusat Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Agama Badan Litbang
Agama Depag bekerjasama dengan Dirjen Binbaga Islam melakukan studi
kelayakan terhadap beberapa MAN yang dianggap memungkinkan, baik sarana
maupun prasarananya dalam menyelenggarakan program khusus. Dari
penelitian tersebut ditunjuk 5 (lima) MAN sebagai penyelenggara program
khusus. Kelima madrasah itu adalah: MAN Darussalam (Ciamis, Jawa Barat),
MAN Jung Pandang, MAN 1 Yogyakarta, MAN Koto Baru (Padang Panjang,
Sumbar) dan MAN Jember (Jawa Timur) yang penyelenggaraannya mengacu
kepada Keputusan Dirjen Binbaga Islam Nomor 47/E/1987 tanggal 23 Juli
1987.27
Dalam
hal kurikulum, pada dasarnya kurikulum MAPK yang mempunyai perbandingan
70% agama dan 30% umum, secara kurikuler dimaksudkan untuk
mengembangkan program pembibitan calon-calon ulama, sehingga
penyelenggaraan MAPK merupakan program intensifikasi pendidikan melalui
sistem asrama (program tutorial) clan pengembangan kemahiran berbahasa
Arab dan Inggris. Sedangkan buku sumber, pendekatan yang digunakan,
sistem evaluasi, penetapan angka kredit, semuanya sama dengan MA, hanya
saja ditambah dengan bimbingan belajar (tutorial) untuk kitab kuning
pada sore hari, sehingga kegiatan belajar mengajar cukup padat, baik
intra maupun ekstrakurikuler.
Setelah
berjalan beberapa tahun, tampaknya program MAPK hasilnya cukup
menggembirakan, sehingga pemerintah terus mengupayakan pembinaan clan
pengembangan baik fisik maupun mental. Dengan diberlakukannya kurikulum
1994 yang merupakan.konsekuensi UUSPN Nomor 2 tahun 1989, MAPK diganti
namanya menjadi Madrasah Aliyah Keagamaan (MAK). Hemat penulis,
perubahan dari MAPK menjadi MAK hanyalah perubahan nama saja, bukan
perubahan substansi lembaga atau kurikulum serta tujuan awal pendirian
lembaga tersebut, yaitu mempersiapkan tenaga terampil yang menguasai
pengetahuan agama secara baik dan mendalam. Selain itu, perubahan
tersebut merupakan implikasi dikeluarkannya PP No. 28 Tahun 1990 tentang
Pendidikan Dasar Pasal 4 Ayat (3) bahwa MI dan MTs yang diselenggarakan
oleh Departemen Agama adalah sekolah umum berciri khas agama Islam dan
SK Mendikbud No. 489/U/1992 bahwa MA adalah SMU yang berciri khas agama
Islam. Meskipun tidak terdapat PP atau SK yang menunjukkan perubahan
nama tersebut, namun diyakini bahwa perubahan MAPK menjadi MAK merupakan
dampak positif dari PP dan SK tersebut yang juga menginginkan lahirnya
lembaga-lembaga kejuruan dengan penguasaan keterampilan yang lebih
khusus terutama dalam bidang penguasaan ajaran agama Islam.
3. Unifikasi Sister Pendidikan
Memasuki
dekade 90-an, kebijakan pemerintah Orde Baru mengenai madrasah
ditujukan secara penuh untuk membangun satu sistem pendidikan nasional
yang utuh. Maksudnya adalah sistem pendidikan nasional tidak hanya
bergantung kepada pendidikan jalur sekolah, tetapi juga memanfaatkan
jalur luar sekolah. Untuk tujuan ini, pemerintah melakukan berbagai
langkah dan terobosan. Satu di antaranya melalui penyusunan UU No. 1
Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan sekaligus menggantikan
UU No. 4 Tahun 1950 jo UU No. 12 Tahun 1954. Undang-Undang No. 2 Tahun
1989 tersebut -memuat 20 bab, 59 pasal yang secara umum terdiri dari
kelembagaan, peserta didik, tenaga kependidikan, sumber daya pendidikan,
kurikulum, pembelajaran, evaluasi, dan supervisi.28 Berdasarkan
undangundang tersebut, pendidikan di Indonesia dilaksanakan secara
semesta, menyeluruh, terpadu. Semesta dalam arti terbuka bagi seluruh
rakyat dan berlaku di seluruh wilayah negara. Menyeluruh dalam arti
mencakup jalur, jenjang dan jenis pendidikan. Sedangkan terpadu berarti
keterkaitan antara pendidikan nasional dengan seluruh usaha pembangunan
nasional.
Penjabaran
UUSPN ini dituangkan dalam peraturan pemerintah. Di antara PP itu
adalah PP No. 27 Tahun 1990 tentang Pendidikan Prasekolah, PP No. 28
Tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar, PP No. 29 Tahun 1990 tentang
Pendidikan Menengah, PP No. 30 Tahun 1990 tentang Pendidikan Tinggi, PP
No. 72 Tahun 1991 tentang Pendidikan Luau Biasa, PP No. 73 tahun 1991
tentang Pendidikan Luar Sekolah, PP No. 38 Tahun 1992 tentang Tenaga
Kependidikan, dan PP No. 39 Tahun 1992 tentang Peran Serta Masyarakat
dalam SISPENAS.
Diundangkannya
UU No. 2 Tahun 1989, memberikan efek positif terhadap pendidikan agama
secara umum dan lembaga pendidikan madrasah khususnya. Indikasi ini
terlihat dalam Pasal 4 bahwa pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan
kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi
pekerti luhur, memiliki pengetahuan yang mantap dan mandiri serta rasa
tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Dalam persoalan ini,
tujuan pendidikan nasional secara umum adalah mengembangkan intelektual,
moral dan spiritual. Tentu dalam hal moral dan spiritual pendidikan
agama mempunyai peran strategis.
Pola
integrasi madrasah ke dalam sistem pendidikan nasional tampaknya dalam
batas tertentu mengikuti pola sekolah-sekolah swasta Islam, seperti
Muhammadiyah, al-Azhar, clan lain-lain. Lembaga ini mengembangkan
kurikulum yang diatur oleh pemerintah secara nasional, di samping
menambahkan muatan dari kegiatan keagamaan yang cukup banyak. Penambahan
ini dibenarkan menurut UUSPN Pasal 47 Ayat 2, sebagai ciri khas
pendidikan yang dikelola oleh orang/yayasan Islam.
B. Analisis Fakta Sejarah
Melihat
alaur sejarah pendidikan Islam di Indonesia sebagaimana tersebut diatas
maka penuiis mengambii satu anaiisis bahwa pendidikan Islam pada masa
orde baru merupakan tahap awal munculnya kesadaran bangsa Indonesia akan
pentingnya penanaman nilai-nilai keagamaan pada masyarakat Indonesia
sehingga bangsa Indonesia dapat menyongsong masa akan datang bukan hanya
dengan IPTEK melainkan juga di imbang o'ten hV11AV, meskipun Dada
awainya untie mewujudkan pendidikan dalam bentuk madrasah yang memiliki
kesetaraan dengan pendidikan umum adaiah proses yang sangat peiik. hai
tersebut dapat delight clan fact sejarah yang penulis ungkapkan di atas
ketika awal orde baru terkesan mengaanaktirikan pendidikan Islam Balkan
hampir menghanuskannya. ham tersebut dibuktikan dengan beberapa
keputusan yang diberikan oleh pemerintah terhadap pendidikan.
Sepertihalnya keputusan presiden yang Nomor S4 tanggal 18 April tahun
1y%1, tentang "Tanggung Jawab Fungsional Pendidikan dan Latihan", yang
dianggap mengisolasi pendidikan Islam ham tersebut dikarenakan di dalam
kenutusan tersebut mengarah kepada penyerahan kewenangan pendidikan
Islam kepada Depdikbud, yang seharusnya tetap diberikan kepada menteri
Agama karena menteri agamaiah yang memiliki kewenangan serta memahami
mengenai aspek keagamaan dibandingkan Dendikbud, hai tersebutiah yang
menladi saiah satu hambatan lagi bagi pendidikan Islam yang akhirnya
bangkitlah umat Islam ketika itu untuk mengusulakn agar kewenangan
pendidikan Isiam kembaii diberikan kepada Depot.
Begitu
banyak lika-liku perjuangan pendidikan Islam di Indonesia pada masa
awai kemerdekaan hingga orde baru, hinge Dada akhirnya dari situlah awal
berjayanya pendidikan Islam di mata pemerintah hal tersebut dapat
dilihat dari fakta seiarah yang menyebutkan bahwa madras telah
disetarakan dengue pendidikan umum, septa terdapat pula pendidikan
madrasah yang diusung guna untuk mernbangkitkan serta memunculkan para
generasi ulama-ulama yang berkompeten tetapi tidak tertinggal dalam hal
pendidikan umum yakni dengan adanya MAPK atau MAK, yang memberikan porsi
pendidikan agama lebih bank tetapi tidal meninggalkan pendidikan umum.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Diawali
dari proses penegerian sejumlah madrasah oleh pemerintah RI pada masa
Orde Baru yaitu pada tahun 1967, mulai dari Madrasah Ibtidaiyah,
Madrasah Tsanawiyah, clan Madrasah Aliyah, selangkah telah terlihat
kebijakan pemerintah yang berkontribusi positif terhadap pendidikan
Islam yang kemudian disusul dengan munculnya SKB Tiga Menteri tahun 1975
tentang peningkatan mutu madrasah dengan diakuinya ijazah madrasah yang
memiliki nilai yang sama dengan ijazah sekolah umum, lulusan madrasah
dapat melanjutkan pendidikan ke sekolah umum setingkat lebih atas dan
siswa madrasah dapat berpindah ke sekolah umum yang setingkat.
Kebijakan
berikutnya terlihat dari SKB 2 Menteri yang memprioritaskan pada
penyempurnaan kurikulum madrasah dan sekolah umum. Di sini madrasah
sudah menjadi sekolah umum dengan menjadikan mata pelajaran agama
sebagai ciri khas kelembagaannya. Namun persoalan yang muncul adalah
penguasaan siswa madrasah baik secara kualitas maupun kuantitas terhadap
pelajaran umum dan agama menjadi serba tanggung. Untuk mengantisipasi
hal ini, maka pemerintah mengeluarkan kebijakan dengan mendirikan MAPK
yang akhirnya diubah namanya dengan MAK agar substansi lembaga
pendidikan madrasah sebagai lembaga tafaqquh fiddin tetap dapat
ci.lestarikan. Akhirnya, untuk lebih menyempurnakan sebuah sistem
pendidikan r_asional yang utuh, maka dikeluarkanlah kebijakankebijakan
yang tertuang dalam UUSPN No. 2 Tahun 1989 sehingga menjadikan madrasah
(pendidikan Islam) benar-benar terintegrasi dalam sistem pendidikan
nasional.
B. Saran
Dari
kesimpulan di atas penulis memberikan saran kepada penulis sendiri dan
para pembaca sekalian untuk dapat memahami serta menghayati dan
mengambil pelajaran dari beberapa kisah perjuangan pendidikan Islam,
terutama pada masa orde baru, tentang bagaimana perjuangan mereka untuk
dapat mneyetarakan serta meningkatkan Pendidikan Agama Islam ketika itu.
Sehingga hal tersebut dapat menjadi bahan evaluasi bagi diri kita
tentang bagaimana perjuangan kita untuk pendidikan agama islam pada saat
ini sudahkah seperti mereka? Pertayaan akan bisa kita jawab sendiri
ketika memahami materi di atas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar